Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Refleksi Hari Pendidikan Nasional bagi Guru


Setiap tanggal 2 Mei, ada banyak hal yang mengingatkan kita hari bersejarah tersebut. Sudah jamak diketahui tentang sejarah yang tertuang pada Hari Pendidikan Nasional. Keberadaan seorang guru yang secara langsung berinteraksi dengan siswa, tentunya membawa makna yang mendalam. Guru dan murid yang bersinergi akan membawa pada kebermaknaan kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Keberadaan seorang guru sangatlah penting. Ki Sugeng Subagya, seorang praktisi pendidikan dan kebudayaan (Kedaulatan Rakyat 9/3/2018) mengatakan bahwa,” Memperbaiki pendidikan dan pembelajaran pendiridian dasar dan menengah, tidak bisa tidak harus melalui perbaikan kualitas guru.”
Untuk itu sebagai guru, perlu berenti sejenak untuk mengendapkan apa-apa yang telah dijalani, apa-apa yang telah terjadi, baik sisi baik maupun buruk. Perlu duduk dan merenung kemudian jujur mengakui apa yang sudah dipersembahkan untuk kemajuan pendidikan. Harapannya, ke depannya pendidikan di Indonesia akan semakin membaik.
Saat kegiatan belajar di kelas misalnya, sudahkah siswa terbangun memahami apa hakikat belajar, apa makna pengetahuan yang telah dipelajari, serta dengan ilmu yang dimiliki akan melakukan apa? Hakikat belajar di sekolah bukan sekadar mencari nilai atau bahkan selembar ijazah. Karena belajar itu sepanjang hayat, selamanya, tidak ada kata berhenti. Sekolah juga bukan satu-satunya tempat untuk menimba ilmu.
 “Guru Pelukis Masa Depan Bangsa”, demikian tertulis pada salah satu halaman pendahuluan Buku Guru Bahasa Indonesia kelas VII edisi Revisi 2016. Benar, nasib bangsa Indonesia di kelak kemudian hari, salah satunya berada di tangan guru. Gurulah yang mencetak generasi yang akan datang sehingga keberadaannya memegang peranan penting. Wajib bagi guru menyadari kenyataan tersebut, Dalam bekerja, guru dapat lebih mengedepankan hati. Perasaan senang hati menjadi guru akan menjadi pendorong luar biasa dalam menjalani amanah sebagai guru.
Setidaknya ada tiga alasan mengapa menjadi guru itu memegang peran penting. Pertama, menjadi guru dituntut menjadi pembelajar sepanjang hayat. Guru mengajarkan kepada murid ilmu, sudah seharusnya guru pun tak henti mencari ilmu. Salah satunya dengan belajar, baik melalui buku, internet, maupun belajar pada ahlinya langsung lewat pelatihan-pelatihan. Belajar dalam hal ini termasuk belajar cepat dalam beradaptasi karena guru bersosialisasi dengan berbagai karakter murid. Dengan demikian, menjadi guru berkolerasi dengan belajar. Kedua, guru adalah teladan. Dengan menjadi sosok teladan, secara otomatis, tindakan guru akan terkontrol. Ketiga, menjadi guru dapat menjadi amal jariyah. Berapa ribu murid yang diajarnya selama bertahun-tahun mengajar? Jika murid yang telah diajar mengamalkan ajaran kebaikan dari guru, tentu akan menjadi tabungan amal kebaikan. 

(Tulisan ini pernah dimuat di Kedaulatan Rakyat, edisi 3 mei 2018)


Yeti Islamawati, S.S.
Yeti Islamawati, S.S. Jika aku punyai "impian", maka aku akan berusaha mencari jalan untuk mewujudkannya. Dalam rentang waktu tahun 2016 hingga tahun 2020 ini, alhamdulillah, ada lebih dari seratus karya saya, termuat di media massa, antara lain Harian Analisa, Harian Bernas, Harian Bhirawa, Harian Singgalang, Kabar Madura, Kedaulatan Rakyat, Koran Jakarta, Koran Pantura, Malang Post, Padang Ekspress, Radar Cirebon, Radar Madura, Radar Sampit, Radar Surabaya, Republika, Solopos, Tribun Jateng, Web Suku Sastra, Web Pergumapi, Majalah Pewara UNY, Majalah Hadila, Majalah Auleea, Majalah Bakti, Majalah Candra, Majalah Fatwa, serta Majalah Guru.

Posting Komentar untuk "Refleksi Hari Pendidikan Nasional bagi Guru"