Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menghadirkan Surga di Rumah bagi Anak


Salah satu pepatah Arab berbunyi baiti jannati, yang mempunyai arti rumahku adalah surgaku. Pengertian surga dalam KBBI, merupakan alam akhirat yang membahagiakan roh manusia yang hendak tinggal di dalamnya (dalam keabadian). Kata ‘membahagiakan’ menjadi salah satu kuncinya. Membahagiakan dari kata bahagia yaitu keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan)
Usaha menciptakan keadaan bahagia, ditandai dengan sakinah (kedamaian; keteneraman; ketenangan; kebahagiaan), mawadah (kasih sayang), dan penuh rahmat (belas kasih; kerahiman) perlu usaha dari anggota keluarga, terutama orang tua yang akan menjadi panutan bagi anak-anaknya.
Keadaan di luar rumah, memang tidak sesederhana di dalam rumah. Di luar rumah, anak akan bertemu dengan berbagai orang dengan kepribadian yang beragam, juga akan menjumpai berbagai kendala dan persoalan yang pelik. Singkatnya, anak akan bertemu dengan sesuatu yang belum tentu ‘mengenakkan’, baik itu datangnya dari teman sekolah, teman bermain, guru, orang-orang yang ditemui, maupun keadaan yang tidak sesuai harapan. Itulah yang dinamakan konflik. Hal tersebut tidak jarang membuat anak akan mengalami tekanan, tentu tidak mudah bagi anak.
Oleh karenanya, rumah diharapkan tidak hanya sekadar menjadi tempat berteduh dari panas atau hujan, atau tempat beristirahat melepas penat setelah seharian keluar rumah. Namun, rumah juga diharapkan menjadi dambaan bagi anak. Saat pulang ke rumah, anak akan mendapatkan ketentaraman atau kedamaian. Jika bukan di rumah, lantas di mana tempat mereka meletakkan beban di pundaknya?
Hal yang terjadi belakangan ini adalah maraknya kehilangan esensi fungsi rumah. Lihat betapa banyak anak yang kabur dari rumah, anak-anak yang lebih betah berada di luar rumah, atau kalau toh berada di rumah, pikirannya berselancar di dunia maya menggunakan gadget.
Salah satu cara menghadirkan surga di rumah bagi anak oleh orang tua adalah melalui mendidik dengan cinta. Cinta harus selalu dihadirkan di rumah. Inilah simpul ikatan yang menguatkan penghuni rumah. Mendidik anak dengan cinta bukan berarti tanpa pernah memarahi, bukan berarti memberi semua keinginan anak, bukan berarti selalu membiarkan anak bebas semaunya, pun tidak berarti banyak menuntut ini itu sekaligus mengekangnya. Nah, bagaimana orang tua harus bersikap terhadap anak?
Sebetulnya setiap orang tua mencintai anaknya, tetapi banyak orang tua yang belum mengetahui cara mengomunikasikan rasa sayang kepada sang anak. Kini, saatnyalah kita beraksi dengan menunjukkan rasa sayang kepada anak karena sebagaimana dikemukakan Istadi (2016: 22) dalam buku Mendidik Anak dengan Cinta, bahwa orang tua adalah orang yang paling dominan membentuk karakter dan kepribadian anak-anaknya.
Berikut ini beberapa cara mendidik anak dengan cinta dalam rangka untuk menghadirkan surga di rumah sehingga membuat anak-anaknya merasa bahagia, damai, dan betah di rumah.
Pertama, menegaskan visi dan misi keluarga, akan dibawa ke mana keluarganya. Orang tua hendaklah menyadari bahwa dirinyalah yang menjadi basic pendidikan anak. Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan tidak selalu identik dengan sekolah. Orang tua tidak boleh berlepas tangan ketika anaknya telah dipilihkan sekolah yang baik.
Kedua, memahami anak, orang tua memang harus mempunyai tekad yang kuat. Memang ketika dalam keaadan normal, orang tua dapat bersabar dalam menangani anak-anak. Namun jika orang tua sendiri sedang dalam tekanan, tentu hal tersebut tidaklah mudah. Untuk itu antara suami dan istri harus berbagi peran dan berkomitmen terhadap aturan yang dibuat dalam keluarga.
Selain itu, sebagai orang tua harus belajar memami tahap perkembangan anak, Dengan adanya suasana saling memahami bahwa anak juga mempunyai kehendak sendiri. Maka, tidak selayaknya seorang anak dititipi mimpi orang tuanya. Peran orang tua hanya sekedar mengarahkan, untuk selanjutnya, anaklah yang menentukan. Sidney D. Craig melalui Istadi (2006: 27) mengemukakan, “Merupakan sifat dasar manusia bahwa ia akan menglami gejolak perasaan menghargai yang amat dalam terhadap orang lain yang menawarkan kebaikan hati kepadanya.” Oleh karena itu, dalam berinteraksi kepada anak harus dengan cara yang baik dan penih kasih sayang.
Ketiga, mengetahui kelebihan anak untuk dikembangkan dan disalurkan ke arah yang positif sehingga menjadikannya lebih bermanfaat. Aryoko (2017) dalam Buku Portofolio Anak menyampaikan bahwa fokus utama orang tua adalah menajamkan keunikan mereka tanpa perlu bergalau ria terhadap ‘kelebihan’ anak-anak lain karena setiap anak memilki potensi. Demikian pula jika mengetahui kurangan anak, dibantu dan diarahkan untuk menemukan potensi lain yang dimiliki agar anak tidak merasa rendah diri. Kelebihan dari anak ini dapat berasal dari kesukaan anak. Bagaimanapun, orang tua bukan raksasa jahat yang hanya bertugas mencari kesalahan orang dan menghukumnya (Istadi, 2016: 28). Bukankah lebih baik mencari kebaikan anak dan memberinya pujian? Lebih bijak jika orang tua juga berfokus melihat kelebihan anak.
Keempat, Melakukan tindakan preventif terhadap anak. Jangan sampai orang tua baru bertindak ketika anak sudah dalam masalah. Tentu tidak mudah menjalin komunikasi pada anak yang sedang bermasalah. Oleh karena itu, sebagai orang tua mengantisipasi sebelum terjadi masalah. Sehingga jika dikemudian hari ada masalah datang, orang tua dan anak dapat duduk bersama untuk mencari solusi bersama. Bukanlah mencegah lebih mudah dari pada mengobati.
Kelima, senantiasa menghadirkan rasa ketuhanan. Bahwa apa yang kita lakukan kelak akan dimintai pertanggug jawaban di hari akhir. Berdoa memohon keselamatan untuk keluarga dan perasaan selalu diawasi Tuhan menjadikan setiap langkah penuh perhitungan.
Hal-hal tersebut hanya dapat terealisasi jika orang tua mau dan mampu menyediakan waktu bagi anak. Tidak hanya fokus mencari nafkah. Bukankah mencari nafkah hakikatnya demi anak juga? Dengan demikian, keberadaan surga di rumah dapat terwujud. Pada gilirannya nanti, anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi bermental tangguh, berjiwa besar, penuh percaya diri, tidak mudah terlena oleh godaan yang menyerang dari segala penjuru, serta akan mewarnai dunia dengan kebaikan.


(Tulisan ini telah dimuat di Harian Bernas edisi 24 Maret 2017)

Yeti Islamawati, S.S.
Yeti Islamawati, S.S. Jika aku punyai "impian", maka aku akan berusaha mencari jalan untuk mewujudkannya. Dalam rentang waktu tahun 2016 hingga tahun 2020 ini, alhamdulillah, ada lebih dari seratus karya saya, termuat di media massa, antara lain Harian Analisa, Harian Bernas, Harian Bhirawa, Harian Singgalang, Kabar Madura, Kedaulatan Rakyat, Koran Jakarta, Koran Pantura, Malang Post, Padang Ekspress, Radar Cirebon, Radar Madura, Radar Sampit, Radar Surabaya, Republika, Solopos, Tribun Jateng, Web Suku Sastra, Web Pergumapi, Majalah Pewara UNY, Majalah Hadila, Majalah Auleea, Majalah Bakti, Majalah Candra, Majalah Fatwa, serta Majalah Guru.

Posting Komentar untuk "Menghadirkan Surga di Rumah bagi Anak"