Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Resensi Novel Before I Met You



Mengambil Sisi Positif dari Setiap Keping Mozaik


Judul                : Before I Met You
Penulis             : Achi TM
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan           : Pertama, 2017
Tebal                : 344 halaman
ISBN               : 978-602-037-8466

Setiap orang menginginkan berada pada keluarga yang normal, dalam artian “baik”. Namun, ketika realita yang dihadapi berada pada kondisi yang sebaliknya, apakah kita hanya akan tinggal diam dan menyesalinya?
Manusia tidak pernah memilih untuk dilahirkan dari siapa, keluarga bagaimana, serta di mana ia akan memulai perjalanan hidup. Satu hal yang harus kita percayai, Tuhan tidak pernah salah dalam penciptaan-Nya.
Hidup adalah mozaik, setiap peristiwa yang terjadi akan berkaitan dengan peristiwa yang lain. Berkelindan menciptakan alur kehidupan. Tidak semua cerita membahagiakan, tapi hendaklah selalu berpikir positif, dan mengambil hal-hal positif.
Adalah Tasya dan Zakki, hubungan keduanya begitu rumit. Tasya adalah cinta pertama Zakki, begitu pula sebaliknya. Mereka pernah hidup bertetangga sebelum akhirnya Zakki kuliah di Jepang dan tinggal delapan tahun di sana. Ketika akhirnya bertemu, mereka memutuskan hendak menikah bukan pacaran.
Zakki pria yang baik dan santum, shalat tepat waktu, tetapi kehidupan ekonomi Zakki serta tidak jells dan tidak bisa diandalkan. Itulah yang membuat Tasya ragu hingga kemudian membatalkan rencana pernikahannya dengan Zakii. Padahal Zakki sungguh tulus melamarnya. “Tujuanku saat ini adalah menemukan tulang rusukku … Ketika bertemu denganmu lagi, aku merasa punggungku menegang, seolah ia tahu bahwa rusuknya yang hilang telah datang.”  (Halaman 16)
Sementara itu, Tasya benar-benar dalam keadaan terpuruk pascameninggal ibunya. Dia harus menghadapi kenyataan pahit bahwa ia yang sebatang kara harus melunasi hutang-hutang ibunya yang bertumpuk. Terlebih lagi, almarhum ibunya menjadikan sertifikat rumah menjadi agunan, yang membuat Tasya harus merelakan rumahnya disita bank jika sampai batas tempo hutang-hutang ibunya belum lunas.
Tasya kemudian mengontak rumah kecil, sambil berusaha menjual rumah ibunya. Padahal rumah itu adalah rumah penuh kenangan. Pada saat itu, hadirlah Arya, bosnya di tempat kerja menawarkan sebuah kemapanan finansial dan perlindungan pada Tasya yang nyaris dirumahkan karena perampingan perusahaan tempat Tasya bekerja.
Tasya pun menerima lamaran Arya. Namun demikian, hatinya selalu menjerit, merasa tidak tenang. Hal tersebut lantaran saat pindahan rumah, Tasya menemukan surat-surat ibunya asewaktu masih hidup dengan mantan pacarnya. Membaca surat-surat itu membuat Tasya berada di persimpangan jalan. Haruskah ia memperjuangkan segala idealismenya atau kembali mengulang kesalahan besar ibunya, yang akan disesalinya seumur hidup? Padahal sebelum meninggal, ibunya sempat berpesan pada Tasya untuk menikah dengan Zakki tanpa menjelaskan lebih lanjut karena kondisi ibunya memang tidak sehat secara mental.
Tasya pun meminta saran kakak kelas yang mengisi mentoring keagamaan sewaktu kuliah. “Kamu harus memilih dengan kepala dingin. Menikah itu akan membuka pintu rezeki dua orang. Jadi, jangan menikah karena takut miskin, Karena takut miskin lantas memilih yang kaya atau menolak yang miskin. Bukan kaya dan miskin yang kau jadikan tolok ukur … siapa yang punya kepastian di dunia ini? Manusia itu makhluk yang tak pernah pasti. Selau berubah. Yang pasti itu hanyalah mati. Jadikan tolok ukurmu iman, saleh, rajin shalat, mengaji, dan jujur yang utama, amanah yang paling penting.” (Halaman 167)
Sepintar-pintarnya orang menyimpan bangkai, akan tercium juga. Tasya akhirnya mengetahui “akal bulus” Arya. Arya bersekongkol dengan ayah kandung Tasya yang selama in tidak pernah muncul dalam kehidupannya menjadikan Tasya sebagai jaminan.
Tasya akhirnya puntahu ke mana arah hatinya berlabuh. Namun, pada saat itu justru Tasya mendengar kabar pernikahan cinta pertamanya, Zakki.
Penulis piawai membuat pembaca penasaran dan enggan beranjak dari novel ini. Pada akhirnya, mozaik terpasang dengan indahnya.”Tapi percayalah, setiap perempuan yang Allah kirim kepadaku sebelum bertemu dengan Artha hanyalah cara Allah agar aku memahami bahwa Arthalah satu-satunya perempuan yang pantas aku cintai … Mencintai yang sesungguhnya dalam ikatan suci.” (340)
Banyak hal yang dapat dipetik dari novel ini. Keteguhan memegang prinsip, kejujuran hati nurani, dan keberanian melalui masalah-demi masalah alih-alih menghindarinya.
Novel ini jenis bacaan romantis, tapi bukan sekedar romantisme tanpa makna. Sebuah romantisme berbalut kekuatan memertahankan prinsip Pada akhirnya, kebaikan akan berbalas kebaikan. Ending novel ini untunglah melegakan pembaca. Setiap manusia akan menghadapi kepingan mozaik, kita hanya perlu untuk selalu mengambil sikap positif dari setiap kejadian, seburuk apapun, sepahit apapun. Karena Janji Allah pastilah benar adanya.

Termuat di Kabar Madura Edisi 8 Agustus 2018
Yeti Islamawati, S.S.
Yeti Islamawati, S.S. Jika aku punyai "impian", maka aku akan berusaha mencari jalan untuk mewujudkannya. Dalam rentang waktu tahun 2016 hingga tahun 2020 ini, alhamdulillah, ada lebih dari seratus karya saya, termuat di media massa, antara lain Harian Analisa, Harian Bernas, Harian Bhirawa, Harian Singgalang, Kabar Madura, Kedaulatan Rakyat, Koran Jakarta, Koran Pantura, Malang Post, Padang Ekspress, Radar Cirebon, Radar Madura, Radar Sampit, Radar Surabaya, Republika, Solopos, Tribun Jateng, Web Suku Sastra, Web Pergumapi, Majalah Pewara UNY, Majalah Hadila, Majalah Auleea, Majalah Bakti, Majalah Candra, Majalah Fatwa, serta Majalah Guru.

Posting Komentar untuk "Resensi Novel Before I Met You"