Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyikapi Zona Sekolah, Semua Sekolah adalah Favorit


Adanya zona sekolah rupanya menimbulkan pro dan kontra di kalangan pelaku pendidikan. Bagi sekolah yang terbiasa menerima murid-murid terbaik, hal tersebut tentu menimbulkan keresahan tersendiri. Mereka harus menerima seberapapun kualitas siswa yang mendaftar. Lain halnya bagi sekolah yang biasa mendapatkan murid bahkan tanpa seleksi, adanya kebijakan zone sekolah menjadi angin segar. Menjadi sangat mungkin, calon peserta didik dengan prestasi bagus bersekolah di sekolah yang notabene bukan sekolah favorit.
Pemberlakukan kebijakan hal tersebut perlu disikapi dengan arif. Sebetulnya, pada Pasal 31 ayat 2 UUD 45 termaktub dengan jelas, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Dapat dipahami bahwa semua warga negara, tidak hanya anak-anak pintar, berhak mendapatkan pendidikan terbaik.
Pemberlakuan zona sekolah telah diterapkan di negara semaju Finlandia. Sebuah negara yang terkenal dengan sistem pendidikan yang terbaik. Di Finlandia, pendidikan sekolah diatur oleh undang-undang. Sebagai contohnya UU Pendidikan Dasar (928/1998) menyatakan bahwa pertama dan paling utama, anak (siswa) harus bersekolah di sekolah terdekat lingkungan tempat tinggalnya.
Untuk itu, kini saatnya pelaku pendidikan mengingatkan kembali hakikat tujuan belajar pada peserta didik. Seorang anak sekolah bukan semata mencari nilai, tetapi ilmulah yang dikejar. Ilmu yang akan menjadi bekal hidup yang dengannya membuat manusia melakukan segala hal berdasarkan pemikiran. Sehingga nantinya melakukan sesuatu dengan ilmu tidak sekadar latah ikut-ikutan.
Begitu pula guru, sebagai pelaku pendidikan yang berhadapan langsung dengan peserta didik perlu mengingatkan bahwa menuntut ilmu memang sebuah kewajiban. Hendaknya tetap bersemangat dalam menuntut ilmu jangan sampai adanya pemberlakuan zone sekolah menjadikan peserta didik pasrah dan bermalas-malas ria karena merasa aman pasti akan mendapatkan seklah yang terdekat dengan rumah. Bagaimanapun kualitas diri tetap akan menentukan perjalanan dalam kehidupan ini.
Para pelaku pendidikan tidak perlu risau dengan input peserta didik, justru setiap pelaku pendidikan menjadikan sebagai tantangan. Bagaimana dengan input “seadanya” menghasikan output yang luar biasa. Input baik menghasilkan output baik sudah wajar, lain halnya dengan input yang biasa menghasilkan output yang maksimal.
Jika semua sekolah mendapatkan input yang sebanding, maka setiap sekolah akan memikirkan cara bagaimana menghasilkan lulusan terbaik. Baik secara keilmuan maupun akhlak.
Pada akhirnya memang semua sekolah bisa menjelma sekolah favorit. Bukankah kita berharap akan lahir generasi hebat dari semua sekolah di Indonesia? Karena sejatinya peserta didik sekarang adalah calon pemimpin di masa depan. Jika kita ingin masa depan gemilang, langkahnya dapat dimulai dari hari ini. Selamat menjelma menjadi sekolah favorit.

(Tulisan ini pernah dimuat di Kedaulatan Rakyat, edisi 22 Maret 2018)
Yeti Islamawati, S.S.
Yeti Islamawati, S.S. Jika aku punyai "impian", maka aku akan berusaha mencari jalan untuk mewujudkannya. Dalam rentang waktu tahun 2016 hingga tahun 2020 ini, alhamdulillah, ada lebih dari seratus karya saya, termuat di media massa, antara lain Harian Analisa, Harian Bernas, Harian Bhirawa, Harian Singgalang, Kabar Madura, Kedaulatan Rakyat, Koran Jakarta, Koran Pantura, Malang Post, Padang Ekspress, Radar Cirebon, Radar Madura, Radar Sampit, Radar Surabaya, Republika, Solopos, Tribun Jateng, Web Suku Sastra, Web Pergumapi, Majalah Pewara UNY, Majalah Hadila, Majalah Auleea, Majalah Bakti, Majalah Candra, Majalah Fatwa, serta Majalah Guru.

Posting Komentar untuk "Menyikapi Zona Sekolah, Semua Sekolah adalah Favorit"