Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Peran Guru dalam Penyebaran Nilai-Nilai Anti-korup




Peristiwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK sering kali menghiasi media massa. Hal tersebut tentu mencoreng dan membuat malu Bangsa Indonesia di kancah dunia. Menurut lembaga survai, Indonesia berada di peringkat 107 dari 175 negara. Menyaksikan banyaknya pejabat yang justru memberikan contoh buruk dengan melakukan tindak korupsi, membuat para orang tua merasa prihatin sekaligus khawatir akan nasib anaknya di kelak kemudian hari.
Keberadaan sekolah menjadi salah satu harapan orang tua agar anaknya mendapatkan pendidikan yang baik, sehingga nantinya anak-anak zaman sekarang akan tetap eksis dalam kebaikan di zamannya. Menjadi pribadi yang mempunyai karakter, bukan sekedar menjadi pengekor atau peniru yang tidak mempunyai jati diri. Anak dengan kepribadian rapuh, bukan tidak mungkin menjadi korban dari zaman globalisasi.
Sujanarko, Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, menyampaikan bahwa peran pendidikan madrasah adalah sebagai berikut. Pertama, semangat anti-korupsi yang patut menjadi kajian adalah penanaman pola pikir, sikap, dan perilaku anti-korupsi melalui sekolah, karena sekolah adalah proses pembudayaan. Kedua, proses pendidikan harus menumbuhkan kepedulian sosial-normatif, membangun penalaran objektif, dan mengembangkan perspektif universal pada individu. Ketiga, pendidikan harus mengarah pada penyemaian strategis, yaitu kualitas pribadi individu yang konsekuen dan kokoh dalam keterlibatan peran sosialnya.
Guru memiliki peran strategis dalam membentuk karakter dan kepribadian murid. Mengapa demikian? Guru dan murid mempunyai rentang waktu yang cukup panjang untuk berinteraksi dalam kesehariannya. Lima hingga delapan jam, bahkan lebih, murid berada di sekolah. Tentu saja hal tersebut merupakan sebuah amanah  berat bagi guru.
Orang tua tentunya menaruh harapan besar agar anaknya mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang berharga. Pengetahuan dapat diperoleh dengan cara banyak melihat, mendengar segala perilaku manusia dan keberadaan alam semesta. Sementara, pengalaman diperoleh dengan cara berinteraksi langsung dalam kehidupan nyata yang mana setiap insan akan mendapatkan peran masing-masing.
Salah satu hal yang perlu disampaikan oleh seorang guru dalam menanamkan kebaikan adalah dengan menyampaikan pendidikan yang terdapat nilai-nilai anti-korupsi. Sepak terjang KPK dalam memberantas korupsi sering telah diketahui bersama. Bangsa Indonesia menaruh harapan tinggi pada lembaga anti-korupsi tersebut untuk menciptakan Indonesia bebas dari KKN.
Sejalan dengan pepatah, “lebih baik mencegah daripada mengobati,” KPK concern terhadap pencegahan korupsi. Salah satunya melalui kegiatan Teacher Supercamp yang rutin diselenggarakan tiap tahunnya sejak tahun 2015. Pelatihan yang dikemas dalam konten anti-korupsi baik melalui pembuatan projek, skenario film dan drama, cerpen dan cergam maupun board games. Harapannya adalah, seorang guru akan menjadi ujung tombak bagi pencegahan antikorupsi.
Harapannya, guru akan menularkannya nilai anti-korupsi pada diri murid. Memang, pendidikan anti-korupsi yang disampaikan guru di kelas-kelas, hasilnya tidak dapat langsung dipetik saat ini juga. Hasil pendidikan anti-korupsi akan nampak dua puluh tahun lagi, saat mereka menjadi tulang punggung negara ini. Mereka akan menjadi pribadi yang memegang prinsip anti-korupsi dalam mengemban amanah di negara ini.
Mata rantai korupsi harus segera diputuskan. Jika tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi? Jika tidak dihentikan, roda korupsi akan terus berputar tak berkesudahan. Sekali rantai diputus, bukan mustahil Indonesia akan menjadi negara yang bersih dari tindak korupsi.
Ada Sembilan nila-nilai anti-korupsi yang perlu disampaikan kepada murid. Kesembilan nilai tersebut terdiri dari  jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, serta adil.
Adapun penerapannya dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, sebagai guru hendaknya selalu menekankan pentingnya nilai-nilai anti-korupsi, misalnya sebagai berikut.
Pertama nilai jujur, ketika siswa menulis sebuah karya, guru dapat menekankan kepada murid bahwa hasil pekerjaannya harus benar-benar karya sendiri, tidak menjiplak milik orang lain. Jika mengutip atau menggunakan karya orang lain, diajarkan untuk meminta izin dengan cara menuliskan sumbernya. Jangan sampai murid melakukan plagiat.
Kedua, peduli, guru dapat mengajak siswa untuk peduli terhadap orang lain. Misalnya dengan tiga kontrak belajar yang terdiri dari tiga hal, yaitu menghormati diri sendiri, dalam artian tidak merendahkan diri sendiri; menghormati orang lain, jangan sampai merampas hak-hak orang lain; serta menghormati lingkungan, jangan merusak lingkungan dan mencintai lingkungan.
Ketiga, mandiri, guru membiasakan siswa untuk tidak bergantung kepada orang lain, dan berusaha untuk memecahkan masalahnya sendiri. Jangan sedikit-sedikit minta tolong yang menunjukkan kekerdilan jiwa. Murid yang ditempa, kelak akan lebih tahan banting dalam menghadapi persoalan hidup. Jangan mengajari serba instan.
Keempat, nilai disiplin. Disiplin ini menyangkut banyak hal. Disiplin dalam beribadah, disiplin dalam kegiatan sehari-hari, juga disiplin dalam menuntut ilmu. Murid dorong untuk membiasakan diri tepat waktu segala hal, termasuk dalam mengerjakan tugas.
Kelima, tanggung jawab, berarti berani menanggung segala konsekuensi atas pilihan kebaikan yang diambil. Ketika ada proyek atau tugas kelompok dari sekolah misalnya, setiap  pribadi siswa bertanggung jawab atas pekerjaan kelompoknya.
Keenam, kerja keras, guru dapat bercerita tentang sebuah kisah yang menginspirasi pentingnya kerja keras di sela-sela mengajar mata pelajarannya. Buku-buku yang menceritakan tentang kerja keras, dapat dijadikan bahan diskusi. Misalnya saja buku 9 Summer 10 Autumns karya Iwan Setyawan.
Ketujuh, sederhana, berarti bersahaja, tidak berlebih-lebihan. Guru dapat memberikan contoh bersikap sederhana dalam pembawaannya dan tidak menggunakan benda-benda yang berlebihan.
Kedelapan, berani, guru mengajak siswa untuk berani mengemukakan kebenaran tanpa perlu merasa takut. Selain itu, dalam pembelajaran di kelas, guru mendorong murid untuk mengemukakan pendapat dan menyampaikan hasil tulisannya, tanpa takut jika jawabannya salah.
Kesembilan, adil, sebagai guru tidak membeda-bedakan siswa dalam mengajar. Murid juga didorong untuk berperi-laku tidak membeda-bedakan kawan. Tidak ada manusia yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Yakinlah bahwa setiap kebaikan pasti akan berbalas kebaikan. Saatnya guru tampil sebagai penggerak integritas dengan penanaman pendidikan nilai-nilai anti-korupsi. Semoga di masa mendatang, tampillah generasi penerus yang memegang teguh prinsip kebenaran. Pada gilirannya, Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang disegani dengan segala kebaikannya. Semoga.
(Tulisan ini pernah dimuat di Harian Jogja edisi 27 November 2018)




Yeti Islamawati, S.S.
Yeti Islamawati, S.S. Jika aku punyai "impian", maka aku akan berusaha mencari jalan untuk mewujudkannya. Dalam rentang waktu tahun 2016 hingga tahun 2020 ini, alhamdulillah, ada lebih dari seratus karya saya, termuat di media massa, antara lain Harian Analisa, Harian Bernas, Harian Bhirawa, Harian Singgalang, Kabar Madura, Kedaulatan Rakyat, Koran Jakarta, Koran Pantura, Malang Post, Padang Ekspress, Radar Cirebon, Radar Madura, Radar Sampit, Radar Surabaya, Republika, Solopos, Tribun Jateng, Web Suku Sastra, Web Pergumapi, Majalah Pewara UNY, Majalah Hadila, Majalah Auleea, Majalah Bakti, Majalah Candra, Majalah Fatwa, serta Majalah Guru.

Posting Komentar untuk "Peran Guru dalam Penyebaran Nilai-Nilai Anti-korup"