Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Resensi Buku Hijrah Itu Cinta










Perjuangan dalam Perjalanan Hijrah

Judul                : Hijrah itu Cinta
Penulis             : Abay Adhitya
Penerbit           : Bunyan (Bentang Pustaka)
Cetakan           : Kedua, 2018
Tebal               : viii + 276 halaman
ISBN               : 978-602-291-478-5
Hijrah merupakan perjuangan berat nan penuh tantangan. Allah menyukai orang-orang yang bertaubat, berhijrah menjadi lebih baik. “Orang yang sedang berhijrah itu sibuk untuk bertobat dan sibuk untuk taat. Dia fokus menyesali dosa-dosa dengan memperbanyak istighfar dan bermuhasabah diri. Dia sibuk menata dirinya menjadi insan yang taat dengan memperbanyak amal ibadah kepada Allah. Bukan sebaliknya. Sibuk melihat kekurangan, dosa, dan kesalahan orang lain, juga sibuk menilai serta mengevaluasi amalan orang lain” (halaman 174).
Senja, seorang selegram dan Satria, seorang skateboarder, saling tertarik satu sama lain. Mereka bertemu pada suatu malam di Jalan Braga, Bandung saat Satria menyelamatkan Senja dari gangguan anak-anak yang jalanan..
Senja terlahir tanpa kehadiran seorang ayah. Sementara Satria, merasakan rumah orang tuanya tanpa cinta. Keduanya menjadi dekat. Sayangnya, Senja tak tahu latar belakang Satria yang sering gonta ganti pasangan. Puncaknya suatu malam, saat Senja tak menyadari bahwa dirinya dijebak oleh Satria di suatu hotel. Syukurlah, sebelum sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Tiba-tiba Senja mendapatkan kabar bahwa ibunya masuk rumah sakit.
Sebetulnya, sejak dulu Senja penasaran dengan siapa sebenarnya ayah kandungnya. Lalu suatu hari pamannya memberikannya sebuah surat wasiat. Senja menjadi tahu siapa dan seperti apa ayah kandungnya. Ayahnya seorang pezina yang sudah bertaubat dan meninggal dalam keadaan bersujud ketika shalat Subuh. Senja tak ingin Satria terjerumus dalam perbuatan zina sehingga ia meminta Satria membaca surat wasiat ayahnya tentang pertobatan. “Zina adalah utang dan kamu akan berusaha membayarnya seumur hidupmu,” (hlm 65). Satria pun tersungkur, menyedari dosa-dosanya selama ini.
Senja juga memperbaiki diri. Ia berusaha mencari teman yang membantunya berhijrah dengan memberikan nasihat bijak, “Jangan pernah memaksa untuk melakukan ini itu. Pelan-pelan saja. Yang penting kesadaran untuk berunah dan taatnya yang tumbuh. Karena fitrah manusia itu mudah digerakkan pada ketaatan, asalkan kesadaran dan hatinya terbuka,” (hlm 91).
Satria dan kedua temannya bertekat untuk hijrah, di suatu tempat di mana ayahnya Senja menjalani hari-hari hijrahnya. Ia giat menuntut ilmu. Sebuah pelajaran berharga ia dapatkan, “Ilmu adalah cahaya. Ia hanya akan memasuki relung hati yang bersih. Ibarat gelas berisi air putih nan bening maka cahaya akan mampu masuk ke dalamnya untuk menerangi ruang. Namun, jika airnya keruh, kotor, bahkan hitam, maka cahaya tidak akan pernah bisa masuk ke dalamnya,” (hlm 179).
Sementara itu, Fajar, seseorang di masa lalu Senja, berusaha menemukan cinta sejatinya. Fajar merupakan sosok pembela Senja semasa kecilnya. Jika Senja sering diledek sebagai anak jadah, Fajar dihina karena kemiskinannya. Senja kecil sempat meminjamkan juz amma pada Fajar kecil saat ada tugas menghapal Surah Ad Dhuha, surah yang kemudian menjadi favorid Fajar.
Bagaimana akhir kisah cinta Senja? Siapa yang akan dipilih menjadi pendamping hidupnya? Novel ini mengajarkan kepada pembacanya. Manusia harus berhati-hati dalam setiap tindak tanduknya. “Penyesalan selalu terjadi di ujung. Penyesalan terjadi saat kita merasa salah mengambil keputusan dalam hidup. Penyesalan terjadi karena hilangnya kesadaran saat mengambil keputusan. Penyesalan terjadi karena kita menghilangkan peran dan petunjuk Tuhan saat melangkah,” (hlm 117).
Sebuah novel yang tak sekadar cocok dibaca oleh remaja, tetapi juga untuk orang tua. Betapa menjadi orang tua itu tak mudah. Pertaruhannya dunia akhirat. Jangan hanya memenuhi anak dengan kebutuhan dunia. Beri mereka pendidikan agama, ajarkan tauhid. Bangun karakter mereka, ajarkan adab dan akhlak, serta berikan kasih sayang penuh agar mereka tak berusaha mendapatkan kasih sayang dari luar rumah yang tak jarang justru menjerumuskan pada kesesatan dan keburukan.

Yeti Islamawati, S.S.
Guru MTsN 6 Sleman, Yogyakarta




Yeti Islamawati, S.S.
Yeti Islamawati, S.S. Jika aku punyai "impian", maka aku akan berusaha mencari jalan untuk mewujudkannya. Dalam rentang waktu tahun 2016 hingga tahun 2020 ini, alhamdulillah, ada lebih dari seratus karya saya, termuat di media massa, antara lain Harian Analisa, Harian Bernas, Harian Bhirawa, Harian Singgalang, Kabar Madura, Kedaulatan Rakyat, Koran Jakarta, Koran Pantura, Malang Post, Padang Ekspress, Radar Cirebon, Radar Madura, Radar Sampit, Radar Surabaya, Republika, Solopos, Tribun Jateng, Web Suku Sastra, Web Pergumapi, Majalah Pewara UNY, Majalah Hadila, Majalah Auleea, Majalah Bakti, Majalah Candra, Majalah Fatwa, serta Majalah Guru.

Posting Komentar untuk "Resensi Buku Hijrah Itu Cinta"