Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Resensi Novel Akatsuki










Perjalanan Menjemput Cahaya Iman di Negeri Matahari Terbit

Judul                : Akatsuki
Penulis              : Muliyatun N.
Penerbit                        : Kaifa Publishing
Cetakan                       : Pertama, 2017
Tebal                : 300 halaman
ISBN               : 978-602-661-179-6
Peresensi          : Yeti Islamawati, S.S.

Menangislah. Kalau dulu aku melarangmu menangis, itu karena aku tak bisa menghapus air matamu. Tetapi, kalaupun sekarang kau menangis, aku yang akan menghapus air matamu (halaman 279).

Perjalanan hidup seseorang adalah misteri Ilahi. Ada yang terlahir di keluarga Islam, maka ia pun lebih mudah atau bahkan otomastis mewarisi agama Islam. Namun demikian, ada yang mengenal Islam setelah melakukan pencarian pada waktu yang tidak singkat. Seperti halnya tokoh Mayumi dalam novel Akatsuki ini.
Muliyatun N, penulis buku Akatsuki, begitu piawai dalam membungkus materi berat menjadi narasi yang mengalir, menyentuh serta mengaduk-aduk emosi. Ada romansa yang akan menghangatkan pembaca.
Berawal dari sekolah SMA Asahi. Mayumi sekolah di sana. Ia memang hanyalah anak angkat, tetapi kedua orang tuanya merawat dan membesarkan dengan baik. Terlebih Ibu angkatnya yang sangat perhatian. Meskipun demikian, Mayumi ayah angkat sering kali dibanding-bandingkan ia dan Shun kakak lelaki angkatnya. Mayumi menerima dengan lapang dada. Ia juga berusaha sebisa mungkin membuat kedua orang tuanya bangga.
Mayumi mulai mengenal Satoshi, teman sekolah yang ia sebut dengan manusia es. Sikap dinginnya dan tak peduli Satoshi justu memancing perhatian Mayumi. Terlebih, jiwa mudanya, memberikan sinyal denyar-denyar halus. “Seperti rasa ini, rasa yang tak dikenali, rasa yang tiba-tiba ada, sebuah rasa tak bernama,” (halaman 37). Meskipun demikian, Mayumi tidak mengumbarkanya dan berusaha mengalihkan energi positif cinta itu untuk hal-hal yang bermanfaat, misalnya mengambil kerja sambilan.
Namun, ketertarikan hati sering kali mucul dengan sendirinya tak bisa dihilangkan. Mayumi menjadi perhatian, ia tahu pada jam-jam tertentu Satoshi sering menghilang. Hal tersebut membuat penasaran, terlebih sikapnya pada lawan jenis terkesan menjauh. Hingga pada suatu waktu, ketika mereka tak sengaja berteduh di bawah jembatan yang sama, Mayumi mendapatkan jawabannya. Ternyata Satoshi memeluk Islam.
Mayumi yang tak beragama, mulai tertarik, dan Satoshi menawarkannya untuk bertanya lebih lanjut pada kakaknya, Kak Ayame, yang mempunyai pemahaman agama yang lebih baik. Hari-hari Mayumi pun lalu dipenuhi dengan dikusi-diskusi. Apa yang diceritakan oleh Kak Ayame tercermin dalam perbuatan Satoshi juga. Bagaimana sikap baiknya terhadap siapa saja. Satoshi bahkan menjadi sosok yang disukai guru dan teman-temannya.
Seseorang akan diuji dalam hidupnya. Mayumi mendapatkan kabar gembira bahwa ternyata ia masih mempunyai kakak bernama Henry yang berdomisili di Inggris. Henry bertandang ke Jepang untuk mencari tahu keberadaan adik tirinya. Mayumi belum siap meninggalkan jepang, akhirnya ia memilih tetap tinggal. Setelah Henry kembali ke Inggris, Mayumi harus menghadapi kenyataan pahit. Shun, kakak angkatnya, ternyata mencintainya. Bukan lagi cinta kakak terhadap adik, tetapi cinta terhadap lawan jenis. Hal yang terduga saat ayah angkatnya memutuskan salah satu harus keluar dari rumahnya. Dan tentu saja Mayumi yang harus keluar mengingat ia hanya anak angkat.
Mayumi pun mulai berpikir mencari tempat tinggal dengan uang tabungannya yang tak seberapa. Suatu kejadian mengubah rencananya. Shun menghalangi niat Mayumi yang hendak meninggalkan rumah. Ia pun lalu bertanya perihal perasaan Mayumi yang dijawab bahwa ia menyukai seseorang lain. Shun marah hebat. Saat Mayumi ditampar datanglah Satoshi secara tak terduga. Perkelahian Shun dan Satoshi tak dapat dihindarkan. Mengetahui Mayumi tak punya tempat tinggal, Satoshi menawarinya untuk tinggal sementara di rumahnya, apalagi di rumah tersebut ada kakak perempuannya. Dari situlah rupanya takdir membawanya lebih mengenai islam Mayumi sering berdiskusi dengan Ayame. Pemikiran yang disampaikan dengan renyah yang penuh logika menggugah kesadaran Mayumi.
Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Mayumi bersahadat dengan lancar di Islamic Center. Ia pun mendapatkan dukungan dan ucapan selamat kembali. Mayumi yang awalnya heran dengan makna kata tersebut pun mendapatkan penjelasan, “Saat berada di dalam kandungan, setiap bayi telah bersyahadat. Jadi, setiap bayi terlahir dalam keadaan suci, dalam keadaan Islam. Orang tuanyalah yang menjadikan ia seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi,” (halaman 206).
Akhirnya Hendry tahu sesuatu terjadi pada Mayumi dan kembali mengajaknya tinggal bersama di Kobe. Tentunya pembaca penasaran bagaimana dengan kelanjutan kisah Satoshi dan Mayumi. Akan ada banyak kejutan di dalam novel ini.
Akatsuki artinya fajar. Mayumi sangat menyukai fajar. “Langit itu unik. Apalagi langit fajar. Mula-mula gelap, lalu perlahan menjadi terang. Warnanya juga mengagumkan. Perpaduan warna yang beraneka rupa serta terus berubah setiap saat. Proses perubahannya begitu lembut sehingga tak disadari oleh mata manusia sampai perubahan itu terjadi. Lalu warna-warni yang tertoreh di langit itu... Terlalu indah sehingga sulit untuk digambarkan,” (halaman 197). Lalu siapa yang akan menjadi fajar yang sempurna bagi Ayumi?
Membaca novel Akatsuki akan menjadikan kita lebih memahami sejatinya hidayah, bagaimana menjemputnya, hingga memertahankannya.

Yeti Islamawati, S.S.
Guru MTs. Negeri 9 Bantul, Penikmat Buku.
HP 081252107744


Yeti Islamawati, S.S.
Yeti Islamawati, S.S. Jika aku punyai "impian", maka aku akan berusaha mencari jalan untuk mewujudkannya. Dalam rentang waktu tahun 2016 hingga tahun 2020 ini, alhamdulillah, ada lebih dari seratus karya saya, termuat di media massa, antara lain Harian Analisa, Harian Bernas, Harian Bhirawa, Harian Singgalang, Kabar Madura, Kedaulatan Rakyat, Koran Jakarta, Koran Pantura, Malang Post, Padang Ekspress, Radar Cirebon, Radar Madura, Radar Sampit, Radar Surabaya, Republika, Solopos, Tribun Jateng, Web Suku Sastra, Web Pergumapi, Majalah Pewara UNY, Majalah Hadila, Majalah Auleea, Majalah Bakti, Majalah Candra, Majalah Fatwa, serta Majalah Guru.

Posting Komentar untuk "Resensi Novel Akatsuki"