Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Resensi Buku Komet



Kekuatan dari Ketulusan Hati

Judul                           : Komet
Penulis                        : Tere Liye
Penerbit                       : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan                       : Pertama, 2018
Tebal                           : 384 halaman
Nomor ISBN               : 9786020385945
Peresensi                     : Yeti Islamawati, S.S.

Tere Liye merupakan salah satu penulis yang berhasil menguasai berbagai genre. Ia kembali menelurkan novel Komet yang merupakan kelanjutan dari sekuel novel galaksi: Bumi, Bulan, Matahari, Bintang, Ceroz dan Bartozar. Selalu menarik membaca buku petualangan fantasi di setiap serinya. Adapun dalam novel Komet ini, isu yang diangkat oleh penulisnya dan langsung tersampaikan kepada pembaca berupa kekuatan dari ketulusan hati.
Tokoh Raib, Seli, dan Ali kali ini berpetualang di sebuah Gugusan Kepulauan bernama Komet. Ada beberapa pulau menjadi settingnya, yang kesemuanya mengambil nama-nama hari, misalnya Pulau Hari Senin. Adapun Pulau Hari Minggu menjadi kunci dari cerita Komet ini.
Awalnya, tokoh Raib, Seli, dan Ali bisa “tersesat” ke dalam kepulauan Komet setelah mengikuti langkah Si Tanpa Mahkota, pemilik kekuatan ambisius, yang memasuki salah satu portal yang berada di Klan Matahari. Sebenarnya, selain Si Tanpa Mahkota, memang banyak orang yang mengincar tanaman aneh yang hanya tumbuh di Gugusan Kepulauan Komet. Konon, tanaman tersebut menjanjikan banyak sumber kekuatan. Namun sayangnya, tak ada seorang pun yang berhasil menemukan tanaman aneh tersebut.
Tak ada pilihan lain bagi ketiganya selain menjelajahi dari satu pulau ke pulau lainnya. Menghadapi setiap masalah dan tantangan di masing-masing pulau. Tentu saja tak mudah dan itu yang menjadikan cerita ini memikat untuk diikuti lembar demi lembarnya. Terlebih, pertalian persahabatan ketiga sahabat itu luar biasa. “Kami selalu bertiga, apa pun yang terjadi kami akan tetap bertiga, bahkan jika itu harus mengejar si Tanpa Mahkota ke lubang mematikan,” (halaman 72).
Ali, seperti biasa, sang biang kerok yang selalu panjang akal. Meskipun dmeikian sebenarnya Ali merupakan anak yang jenius. “Sebenarnya aku tidak tahan ingin memberi tahu Papa bahwa Ali itu supergenius, bahwa pelajaran di SMA sangat membosankan bagi otak pintar Ali karena dia telah menguasainya sejak SD,” (halaman 7).
Banyak nilai karakter yang bisa dipetik, misalnya saja kejujuran. Ali sempat disindir Seli mengenai bagaimana dia akan meminta izin pada orang tuanya untuk mengunjungi Klan Matahari mengingat dia satu-satunya anggota kelompok yang berasal dari Klan Bumi. “Kamu akan mengarang apa, Ali? Bilang ke mereka ada study tour ke luar kota? Ali tertawa seraya menggeleng. Aku tidak pernah mengarang alasan, Seli. Aku selalu jujur kepada orang tuaku. Aku akan bilang bahwa aku pergi ke dunia paralel beberapa hari,” (halaman 34).
Selalu terdapat kejutan latar dalam cerita seri galaksi karya Tere Liye. “Lima menit kami berjalan, kami tiba di tengah pulau. Kosong. Tidak ada bangunan di sana. Orang itu meletakkan lampunya di celah pohon, lantas membungkuk, menarik sesuatu di permukaan tanah, seperti lempeng besi besar yang menutupi sesuatu. Saat lempeng itu ditarik, sebuah lubang terbuka menuju bawah. Aku dan Seli saling tatap. Astaga!” (halaman 91).
Dapatkan ketiga sahabat itu menemukan tanaman aneh tersebut? Cerita Fantasi ini menarik untuk diikuti karena selain mengangkat ide-ide teknologi modern, juga mengasah kepekaan nurani. Pembaca diajak seolah-olah diajak berdialog dalam menyelesaikan teka-teki dan berjuang menghadapi rintangan.
Pada akhirnya, ketulusan hatilah yang membuka berhasil menjadi kunci untuk menguak misteri di novel Komet. “Sejatinya, dibanding raja-raja, kesatria, petarung ilmuwan, orang-orang hebat lainnya yang datang, rombongan kalian yang paling polos, naif, dan sama sekali tidak meyakinkan. Tapi lihatlah, pagi ini kalian tiba di sini. Melewati ujian kejujuran, dengan menolak mencuri makanan di perahu. Melewati ujian kepedulian, dengan membantu Cindanita mencari bonekanya. Ujian kesabaran dengan mendengarkan celoteh sepanjang malam. Ujian kecerdasan dengan mengalahkan kawanan burung hitam. Ujian ketulusan dengan menolong perombak yang kesakitan. Ujian ketangguhan dengan terus mengayuh bilah papan menuju pulau ini…,” halaman 360.
Sebuah pembelajaran yang berguna dalam kehidupan masa kini, di tengah-tengah krisis moral yang seringkali melanda bangsa ini. Sekali lagi, kebaikan dan ketulusan itu memang harus diciptakan, dan untuk mencapainya bahkan dapat melalui hal-hal sederhana. 

Yeti Islamawati, Peresensi Buku
Yeti Islamawati, S.S.
Yeti Islamawati, S.S. Jika aku punyai "impian", maka aku akan berusaha mencari jalan untuk mewujudkannya. Dalam rentang waktu tahun 2016 hingga tahun 2020 ini, alhamdulillah, ada lebih dari seratus karya saya, termuat di media massa, antara lain Harian Analisa, Harian Bernas, Harian Bhirawa, Harian Singgalang, Kabar Madura, Kedaulatan Rakyat, Koran Jakarta, Koran Pantura, Malang Post, Padang Ekspress, Radar Cirebon, Radar Madura, Radar Sampit, Radar Surabaya, Republika, Solopos, Tribun Jateng, Web Suku Sastra, Web Pergumapi, Majalah Pewara UNY, Majalah Hadila, Majalah Auleea, Majalah Bakti, Majalah Candra, Majalah Fatwa, serta Majalah Guru.

Posting Komentar untuk "Resensi Buku Komet"