Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Resensi Buku Cinta Suci Adinda












Kebaikan Hati yang Menggugah Nurani

Judul                :Cinta Suci Adinda
Penulis            : Afifah Afra
Penerbit           : Indiva Media Kreasi
Cetakan           : Pertama, Februari 2018
Tebal               : 368 halaman
ISBN               : 978-602-6334-56-5
Peresensi         : Yeti Islamawati, S.S.

Cinta Suci Adinda merupakan novel karya Afifah Afra, seorang penulis yang cukup produktif. Selain menjabat sebagai ketua Umum Badan Pengurus Pusat Forum Lingkar Pena, ia juga aktif berkiprah di IKAPI sebagai koordinator Divisi Buku Digital dan Pengembangan Minat Baca. Tak heran jika karyanya meraih beberapa penghargaan.
Novel ini yang bercerita tentang seorang perempuan bernama Adinda yang bekerja sebagai perawat di rumah sakit jiwa (RSJ). Tentu saja, keberadaan rumah sakit tentnya tak bisa terlepas dari dokter, perawat, juga pasien. Di RSJ tempat Adinda kerja, ada seorang dokter yang sangat cakap, bahkan atas prestasi dan karya-karyanya menyabet gelar “Man of the Year”. Selain itu, dr. RM. Irhamudin Prasetyo, Sp. Kj., sangat tampan dan dikatakan mirip salah satu aktor yang banyak membintangi film di Indonesia.
Awalnya, mungkin pembaca akan menebak alur cerita yang disajikan mainstream. Namun, tidak demikian dengan novel ini, ada banyak kejutan di dalamnya. Tujuan Adinda mendekati sang dokter, tentu saja berbeda dengan teman-temannya yang mendekati sang dokter untuk mendapatkan sepercik perhatian. Adinda ingin mendapatkan bantuan Dokter Irham untuk mengobati mantan majikannya. “Dia… benar-benar orang yang tepat untuk kumintai bantuan… desahnya sambil mengamati kerja cekatan sang dokter. Dia dokter yang hebat, pantas koran itu memberikan penghargaan sebagai Man of the Year. Koran yang memiliki kredibiltas tinggi sebagai salah satu koran terbaik di negeri ini tidak mungkin salah memilih orang. Dia harus bertemu secara khusus dengan dokter itu. Harus! Dan meminta bantuan,” (Hal. 29).
Adinda ingin majikannya sembuh karena ia merasa telah berhutang kebaikan. Majikannya, Pak Brata, telah menyekolahkan hingga lulus menjadi seorang perawat. Selain itu, Pak Brata merupakan sosok ayah imajiner bagi Adinda yang sedari kecil tak mengenal ayahnya. Sayangnya, kegagahan, kecerdasan, dan kebesaran Pak Brata tinggal kenangan. “Bibir itu tak hanya sekadar kehilangan keindahan, karena telah menjadi sebentuk benda keriput kehitaman. Sangat serasi jika dikawinkan dengan suara serak yang terasa lebih tajam dari pisau jagal ketika melewati gendang telinganya. Sebuah suara yang menyirat jelas nada keputusasaan,” (Hal. 20).
Tentu saja tak mudah mendapatkan waktu dari Dokter Irham, ia begitu sibuk karena pasiennya memang banyak. Adinda tak hanya sekali dalam menyampaikan maksudnya kepada Dokter Irham, tetapi timing-nya selalu tidak pas. Ditambah lagi dengan Adinda yang merasa rendah diri di hadapan Dokter Irham sehingga tak bisa menyampaikan maksudnya dengan baik.
Sementara itu kondisi Pak Brata sangat memprihatinkan. Sudah sepuluh kali lelaki tua itu melakukan percobaan bunuh diri, dan separuh dari peristiwa itu, Adinda menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri. Semenjak istrinya meninggal, Pak Brata tampak sebatang kara. Meskipun punya anak, ada hal yang terasa janggal, yaitu ketika  ketiga anak Pak Brata seperti tidak menaruh perhatian sedikitpun akan kondisi ayahnya.
Dokter juga manusia, sebegitu pula dengan Dokter Irham yang sekali waktu pernah masalah pribadi begitu menghantuinya, terkait dengan wanita. Ya, siapa sangka Dokter Irham yang tampak sempurna itu pernah dua kali hampir menikah tetapi gagal. Hal tersebut yang memicu salah paham Dokter Irham terhadap Adinda.Namun, justru hal tersebut membawa Adinda mendapatkan kesempatan meminta bantuan Dokter Irham.. Dokter Irham bahkan bersedia datang melihat kondisi Pak Brata untuk menebus kesalahannya pada Adinda. Namun, hal yang tak terduga terjadi. Pada visit Dokter Irham untuk kedua kalinya, Pak Brata menghilang.
Keadaan menjadi semakin membuat bertanya-tanya saat Adinda justru ditangkap polisi atas tuduhan menculik Pak Brata. Tentu saja hal tersebut membuat Dokter Irham terkejut dan tak habis pikir bagaimana wanita berhati selembut sutra terlibat dalam kasus kriminalitas. Di sisi lain ada hal yang sulit dicerna oleh Dokter Irham, Adinda dengan keluguan, kemiskinan, kesederhanaan, dan kepolosannya, juga kebaikan hatinya telah membuat pria terhormat macam dirinya jatuh hati. Padahal ia tahu, Adinda gadis yang jauh dari standar idealnya, berbeda dengan wanita yang pernah berhubungan dengannya selama ini.
Sebenarnya apa yang terjadi dengan Pak Brata? Mengapa Adinda begitu dekat dengan Pak Brata yang hanya berstatus mantan majikannya itu? Bagaimana kelanjutan hubungan antara Dokter Irham dan Adinda? Novel ini menarik untuk dikuti karena pembaca akan dibuat penasaran oleh penulis buku ini. Selain itu, ending novel ini terasa menyentak.
Ada banyak kelebihan dalam novel ini. Kisah-kisah pasien khas rumah sakit jiwa dalam hubungannya dengan dokter dan perawat dituturkan dengan baik. Misalnya saja diceritakan tentang ketika salah seorang pasien yang sedang duduk di tempat tidur mengatakan kalau dirinya sedang memancing. Padahal jelas-jelas lantai putih rumah sakit tak ada setetespun air. Dokter menanggapi dengan baik sambil melakukan terapi untuk pasien tersebut.
Liku-liku cerita disampaikan dengan apik oleh penulisnya. Setting digambarkan dengan cukup detail sehingga pembaca memperoleh gambaran yang jelas mengenai keberadaan rumah sakit jiwa. Novel ini terasa hidup oleh tokoh-tokohnya yang hadir dalam porsi yang pas. Masing-masing tokoh mengemban cerita secara logis dan mendukung cerita.
Sebuah buku yang menggugah hati, bagaimana kita perlu memiliki kebaikan hati untuk menolong sesama manusia. Karena sejatinya, dengan berbuat baik, sejatinya kebaikan itu akan kembali kepada pelakunya.

Yeti Islamawati,
Pegiat Baca Tulis
Yeti Islamawati, S.S.
Yeti Islamawati, S.S. Jika aku punyai "impian", maka aku akan berusaha mencari jalan untuk mewujudkannya. Dalam rentang waktu tahun 2016 hingga tahun 2020 ini, alhamdulillah, ada lebih dari seratus karya saya, termuat di media massa, antara lain Harian Analisa, Harian Bernas, Harian Bhirawa, Harian Singgalang, Kabar Madura, Kedaulatan Rakyat, Koran Jakarta, Koran Pantura, Malang Post, Padang Ekspress, Radar Cirebon, Radar Madura, Radar Sampit, Radar Surabaya, Republika, Solopos, Tribun Jateng, Web Suku Sastra, Web Pergumapi, Majalah Pewara UNY, Majalah Hadila, Majalah Auleea, Majalah Bakti, Majalah Candra, Majalah Fatwa, serta Majalah Guru.

Posting Komentar untuk "Resensi Buku Cinta Suci Adinda"