Resensi Buku Cinta dalam Ikhlas
Mengarahkan Cinta pada Energi Positif
Judul : Cinta dalam Ikhlas
Penulis : Abay Adhitya
Penerbit : Bunyan (PT Bentang
Pustaka)
Cetakan : Pertama, Oktober 2018
Tebal : viii + 376
halaman
ISBN : 978-602-291-488-4
Peresensi : Yeti Islamawati, S.S.
“Mengapa dia berbeda dari yang lain?
Dan, mengapa perasaanku sangat berbeda kepadanya? Baru kali ini aku merasakan
degup jantung seperti ini… Getar hati yang seperti ini… Tuhan, apa yang harus
aku lakukan?” (halaman 16).
Salah satu fitrah manusia adalah mencintai dan
dicintai. Perasaan cinta terhadap lawan jenis yang mulai tumbuh di masa remaja
merupakan hal yang wajar, bahkan harus disyukuri yang menandakan bahwa diri
remaja tersebut normal. Namun bagaimana mengelola perasaan tersebut ketika
cinta belum halal? Apakah rasa itu harus dipupus habis-habisan?
Hari pertama masuk sekolah di SMA Lowa, Athar
melihat perempuan itu. Salah satu temannya yang entah kenapa sejak melihat
pertama kalinya seolah memancarkan medan magnet, Aurora (Ara). Tuhan… jika
memang perasaanku atas dia benar datang dari-Mu, tolong tunjukkan kepadaku cara
yang benar untuk mencintai dia… (halaman 23).
Sebagai remaja, Athar tentu saja mencari cara
bagaimana bisa mendapatkan perhatian Ara. Ia mendapatkan nasihat dari temannya
yang unik, Mamat. “Pantaskan diri, Thar. Seseorang yang levelnya seperti Ara
akan menyukai lelaki saleh, juga berprestasi tinggi di sekolah, lelaki yang
penuh dengan karya positif,” (halaman 41).
Energi cinta benar-benar menggerakkan hati
Athar untuk melakukan perubahan positif dalam hidupnya. Athar menjadi anak yang
aktif di kelas, menjaga jangan sampai ngantuk atau tidur di kelas, rajin
mengerjakan PR dan semua tugas dan bahkan Athar bersedia masuk Rohis. Semua
demi Ara, lalu, dengan niatan yang seperti itu, akankah Athar bertahan?
Rupanya hidayah untuk berubah datang melalui
perantara Ara. Memang awal semua perubahan pada diri Athar demi Ara, tetapi
lambat laun Athar sadar, kebiasaan-kebiasaan positif telah menjadi wataknya
yang baru. Bahkan saat kemudian ia tak lagi sekelas dengan Ara, Athar tetap mempertahankan
kebiasaan-kebiasaan baiknya. Keaktifannya di Rohis pun ia lakukan dengan rela
hati, karena Allah. Puncaknya saat ia dinobatkan menjadi ketua Rohis. Athar
menjalaninya dengan semangat dan ikhlas. Ia pun mulai bisa menjaga perasaan
cintanya pada Ara. Hingga tibalah penghujung kelas 3 SMA, saat perpisahan.
“Bertemu denganmu membuat aku merasa yakin
bahwa cinta itu ada. Keyakinan itu terus tumbuh dan mengubah diriku menjadi
seseorang yang baru. Dulu aku tidak seperti ini. Dulu aku hanya seseorang yang
terbiasa kalah.Sesekali menjadi seorang pecundang. Tapi, setelah mengenalmu…
Mengenalmu telah membuatku berubah menjadi seorang lelaki yang lebih baik,” (halaman
97).
Ara memberikan respon dengan sangat baik. Ia
mengatakan bahwa jodoh itu rahasia Allah, dan Allah akan memilihkan yang
terbaik untuk keduanya. Bahkan, walaupun pahit, keduanya memutuskan untuk tidak
usah saling kontak dan tidak usah saling menunggu. Jikalau jodoh, mereka pasti
akan bertemu kembali dalam waktu yang keduanya telah siap. Dari sini, pembaca
mulai berharap-harap cemas bagaimana kisah cinta mereka selanjutnya. Sebuah
alur yang tersusun dengan apik.
Manusia boleh bercita-cita, tapi tetap kuasa
Tuhan yang terjadi. Athar ingin melanjutkan kuliah di ITB, tapi ia tak berhasil
lolos. Dengan berbagai pertimbangan, salah satunya kondisi kesulitan ekonomi,
Athar mendaftar sekolah ikatan dinas bisnis. Tak mudah awalnya bagi Athar hidup
di Bandung tanpa bekal yang memadahi. Untuk sementara Athar menumpang tidur
hingga akhirnya ia mencoba peruntungan dengan berjualan. Ia mengenyahkan rasa
malu saat membuka lapak dagangnya di emperan Masjid Pusdai dan lapangan Gasibu,
depan Gedung Sate. Baginya, ia hanya perlu bergerak berusaha, Allah pasti akan
menunjukkan jalannya. Seperti nasihat yang selalu disampaikan ibunya, menjadi
atlet Allah yang tangguh.
Novel Cinta dalam Iklas disampaikan dengan gaya
bahasa khas remaja, mengalir dan pada beberapa bagian penuh humor. Novel ini
dapat menumbuhkan karakter positif pada jiwa remaja. Mengajari bagaimana mengelola
cinta, bagaimana belajar hidup di atas kaki sendiri tidak bertumpu pada orang
lain, dan tentang ilmu berbisnis. Athar belajar mengelola bisnis Salsabila Fashion
berbekal ilmu yang dia dapatkan dari sekolah bisnis dipadukan dengan
pengalamannya sendiri menjadi penjual. Athar pun menemukan passionnya, yaitu
berbisnis.
Pada akhirnya, pembaca dibawa pada suatu
pemahaman bahwa, “Mencintai adalah belajar mengikhlaskan, bukan belajar
memiliki, karena semua yang kita cintai, sejatinya adalah milik Allah. Dan,
akan disatukan, lalu dipisahkan atas izin dan rida-Nya,” (halaman 154).
Termuat di Harian Singgalang edisi 27 Januari 2019
Posting Komentar untuk "Resensi Buku Cinta dalam Ikhlas"