Resensi Buku Seksologi Pernikahan Islami
Seks dalam
Bingkai Islami
Judul : Seksologi
Pernikahan Islami
Penulis : Sinta Yudisia
Penerbit : Indiva
Media Kreasi
Cetakan : Pertama,
2018
Tebal : 296 halaman
Nomor
ISBN : 978-602-5701-26
Buku Seksologi Pernikahan Islami karya Sinta
Yudia ini membuka mata kita bahwa ketika mengupas hal seksual, bukan hanya terkait
situs dan video porno. Seks, yang menurut sebagian orang tabu untuk dibahas,
menjadi layak diperbincangkan dan bahkan menjadi sedemikian krusial untuk
diketahui.
Untuk mengawali bab, penulisnya menyampaikan tentang
perbedaan lelaki dan perempuan, baik itu perbedaan anatomi, otak, cara berpikr,
maupun perilaku. Perbedaan ini perlu diketahui karena mengingat betapa banyak
terjadi miskomunikasi dalam kehidupan rumah tangga karena hal tersebut.
Terkait dengan perbedaan anatomi otak (hlm. 20),
fakta menunjukkan bahwa, Berat otak orang dewasa berkisar antara 1,5 kg degan
ukuran sekiar 1130 cm3 untuk perempuan dan 1260 cm3 untuk laki-laki. Otak
lelaki lebih besar 10% dari perempuan dan memiliki berat lebih besar sekitar
11-12%. Dengan demikian, kepala laki-laki juga lebih besar 2% dari perempuan.
Laki-laki memiliki 6,5 kali grey matter lebih
besar dibandingkan perempuan; dan perempuan memiliki white matter 10
kali lebih besar dari laki-laki. Lelaki memiliki lebih banyak materi abu-abu di
otaknya yang berfungsi untuk berpikir logis, sementara perempuan memiliki
materi putih lebih banyak yang berfungsi untuk komunikasi antaarea di berbagai
belahan otak. Jadi wajar bukan kalau perempuan biasanya lebih cerewet.
Selain itu, rasio antara korteks
orbitofrontal—wilayah yang terlibat dalam regulasi emosi—pada berukuran lebih
besar dari pada lelaki. Kesimpulanya, perempuan lebih dapat mengontrol emosi.
Pemahaman perbedaan ini diperlukan karena akan
berkaitan juga tentang pemahaman seks lelaki dan perempuan. “Hubungan seksual
yang hanya didasari cinta dan nafsu, tanpa ikatan yang sah adalah hubungan yang
membahayakan. Mengapa? Otak lelaki menilai sesuatu lebih mekanis dari perempuan.
Kalau tidak memuaskan, tinggalkan. Kalau sudah bosan, pergi saja. Otak mekanik
ini tidak hilang sekalipun menikah. Tetapi dalam mahligai pernikahan, ada batas
yang jelas bagi lelaki untuk tidak pergi begitu saja meninggalkan tanggung
jawab” (hlm 28).
Seks dalam Islam tentu saja mempunyai makna mendalam.
Seks sebagai sarana ibadah kepada Allah. Manusia merupakan makhluk yang paling
sempurna, memiliki keistimewaan sebagai makhluk individu dan sosial. Sebagai
makluk individu, ia punya kecenderungan egois (mementingkan dirinya daripada
pihak lain), superior (selalu ingin di atas), powerful (berupaya kuat
dan menguasai), novelty (kebaruan), dan individual differences (setiap
individu berbeda). Manusia seringkali maunya untung terus, enggan rugi. Sebagai
makluk sosial yang tak dapat hidup sendiri, manusia membutuhkan orang lain,
membutuhkan pasangan. Manusia butuh cinta, untuk setia pada seseorang hingga
mati. Tokoh-tokoh terkemuka dunia pun membutuhkan dukungan pasangan jiwa
sebagaimana Nabi Muhammad Saw.a selalu mencintai Bunda Khadjah RA, Habibie
selalu mencintai Ainun, Mahatma Gandhi selalu mebutuhkan Kasturbai.
Terkait dengan hubungan seksual, islam mengajarkan
bagaimana tata cara berhubungan misalnya dengan melakukan sunah seperti wudu,
salat dua rokaat, dan berdoa. Seks yang diawali dengan hal kebaikan saja masih
munkin terselip anak-anak yang tidak taat pada Allah, apatah lagi yang dilakukan
asal-asalan bahkan tidak dengan pasangan yang sah?
Seks juga bertujuan untuk memperbanyak keturunan.
Meskipun hubungan seksual sejatinya bukan sebuah beban bahwa lelaki dan
perempuan harus punya anak. Namun, tentunya, dengan pernikahan berharap bahwa yang
akan menjadi pewaris bumi adalah orang-orang salih. Hal tersebut, tentunya
perlu diupayakan sejak proses seks itu sendiri. “Pintu dari memperbanyak
keturunan adalah hubungan seksual yang berlandaskan syariat, penuh kasih
sayang, diawali dengan akad nikah yang dinaungi kepak sayap malaikat. Anak-anak
yang dihasilkan oleh para orang tua salih dan salehah ini akan menjadi tunas
harapan bagi kelangsungan dunia yang penuh kedamaian dan peradaban mulia,” (hlm
53).
Seks sebagai pemenuhan kebutuhan psikologi, yang
dianggap sebagai basic instick manusia. Kenikmatan badaniah surgawi,
yang tidak dapat digantikan oleh apa pun.
Kebutuhan ini hanya didapat melalui menikah. Tanpa menikah, tak mungkin
ada terjadi seks yang tenang. “Seks akan menciptakan rasa senang dan nyaman
bila dilakukan Bersama pasangan sah. Bila tidak dilakukan oleh pasangan yang
sah, yang muncul bukan ketenangan” (hlm 67). Seksual sesungguhnya bukan sekadar
kebutuhan badaniah semata. Bersama kepuasan seksual, terjadilah pula kepuasan psikologi.
Baik pada diri suami maupun istri.
Selain itu, seks juga merupakan sarana yang hubungan
cinta yang menyembuhkan, Seks memang membutuhkan sentuhan awal dan pikiran
rileks untuk mengawalinya. Namun, bila pikiran sedang dipenuhi berbagai
masalah, problema, hambatan kusut masai; bukan berarti pasangan harus menunda
hubungan intim mereka. Justru bisa jadi malah menjadi salah satu jalan keluar. Hal
tersbut karena ada bagian otak yang disembuhkan. Usai hubungan intim dengan pasangan
sah ada perasaan muncullah bahagia, lapang, dan nyaman. Merasa menajdi orang
yang berharga dan memiiki kepercayaan diri karena dapat tertawa, tersenyum, dan
bercanda dengan pasangan. Bahkan, bila beberapa waktu lalu mengalami
pertengkaran, seolah menguap usai hubungan cinta! (hlm 67).
Seks juga bermanfaat untuk pemenuhan kebutuhan batin
yang dapat mengatasi gangguan psikis maupun fisik. Telah banyak penelitian yang
mengungkapkannya. Hubungan seksual anatar sepasang suami istri dapat terjalin
ikatan emosional yang mendalam sehingga dua insan tersebut saling mengasihi,
saling menguatkan, dan mengokohkan jati diri masing-maisng. Suami menjadi sosok
tanggguh, dan kokoh sebagai qowwam. Istri menjadi di ibu yang bijak bagi
anak-anaknya.
Lalu, seperti apa seks dalam islam itu? Suami istri
harus belajar menjadi perayu ulung. Inti dari rayuan adalah mencba menggoda pasangan
utnuk melakukan hal-hal romantis yang akan dilakukan bersama-sama. Bisa dengan
kata-kata, bahasa tubuh tentu saja juga sentuhan. Hendaknya pula seorang istri
tidak menolak ajakan suami. Bukan sebuah tendensi maskulintas yang memaksa
lelaki selalu superior, sementara perempuan diposisikan secara marinal. ”Betapa
otak lelaki sangat visuospasial, dengan kemampuan absrtaksinya yang luar biasa,
ditambah kecendrungan agresifitas yang lebih dari perempuan; bila hasrat lelaki
sudah memuncak karena rangsangan tertentu maka ia dapat berpikir yang
tidak-tidak,” (hl 87). Untuk itu perlu segera dipenuhi.
Tips seks sehat ala islam di antaranya dengan memberikan
isyarat atau bahkan mengatakan terus terang, menyiapkan waktu dan tempat, tata
emosi dan rayuan, termasuk juga berhias dan menyebarkan wewangian. Dan diakhiri
dengan ungkapan syukur. Seorang suami bebas mendatangi istrinya dari mana
saja,boleh bervariasi. Variasi yang meliputi waktu, tempat ataupun cara selama
tidak pada hal yang dilarang, Termasuk hal yang dilarang salam seks yaitu lewat
dubur. Vagina dapat mengembang dan menerima, sementara anus tidak Anus juga
banyak bakteri mengingat digunakan untuk mengeluarkan feses.
Masih ada hal-hal lain dalam buku ini yang sangat
sayang untuk dilewatkan seperti seks di usia lanjut, pisah kebo juga
nasihat-nasihat pernikahan. Tak ketinggalan dalam buku ini juga terdapat kisah
dramatik dan traumatik kehidupan seksual suami istri yang ternyata selalu
menyediakan jalan keluar untuk diupayakan. Sebuah buku yang sebaiknya dibaca
oleh pasangan yang sudah atau hendak menikah.
Yeti
Islamawati, S.S. alumni Universitas Negeri Yogyakarta.
Pengajar
di MTsN 6 Sleman.
Sinduadi,
Mlati, Sleman, DIY
Posting Komentar untuk "Resensi Buku Seksologi Pernikahan Islami"