Resensi Buku Mariorawa
Perjuangan Tenaga Medis di Pelosok Tanah Air
Judul :
Marioriawa
Penulis :
Ulin Nurviana
Penerbit :
Indiva Media Kreasi
Cetakan :
2019
Tebal :
304 halaman
ISBN :
978-602-5701-10-8
Jika Eropa memiliki Swiss,
maka Swiss-nya Indonesia adalah Watansoppeng, Sulawesi Selatan. Disitulah Seleksi
Tim Indonesia sehat telah menyatukan kelima anak manusia. Mereka adalah Farhan,
sebagai seorang dokter, sekaligus ketua tim; Sarah, seorang ahli gizi; Dian,
seorang perawat; dan Yashinta sebagai apoteker.
Yashinta menjadi tokoh utama
dalam novel ini. Awalnya, ia bukanlah apoteker pada tim yang ada. Keberadaannya
menggantikan Mayla, apoteker sebelumnya yang karena suatu hal mengundurkan
diri.
Perihal Mayla, membawa tim
mengalami hal-hal yang tidak terduga, hal-hal yang menguji kesabaran, ketabahan,
juga kebersamaan di antara mereka. Bahkan, nyaris mengaramkan biduk tim mereka.
Namun, akan selalu ada pahlawan dalam kondisi di titik nadir bukan? Yashinta-lah
orangnya.
Prinsipnya Yashinta ialah
menolong siapa pun pasien yang membutuhkan. Bahkan, itu sudah merupakan
panggilan hati. Pada saat ia merehatkan pikiran untuk sekadar jalan-jalan pun ia
membawa obat, hal yang membuatnya ditegur teman seperjalannnya. Jawabannya
membuat Farhan tertegun. “Hei Dokter. Siapa tahu di tengah jalan kita bertemu
pasien atau semacamnya yang butuh obat. Pentingkan kita bawa obat!” (hlm 136).
Atau, pada kali yang lain
Yahinta menjawab, “Bagi kita, pasien adalah segalanya. Itulah alasan kenapa di
mana-mana aku selalu membawa obat, karena kita selalu memiliki kemungkinan
bertemu orang yang menceritakan keluhan mereka. Aku ingin menjadi orang pertama
yang memberi mereka obat, bahkan menyampaikan banyak hal tentang ilmu
pengobatan, sehingga mereka paham dan kelak tidak akan salah minum obat (hlm. 138).
Begitulah Yashinta, ia
selalu memikirkan kemungkinan yang tidak pernah dipikirkan teman yang lain,
bahkan mungkin orang pada umumnya. Gadis itu telah berkembang jauh lebih cepat
dari sebelumnya. Temna-temannya mengakuinya. Ia bahkan terkenal sebagai kamus
berjalan saking hapalnya obat-obatan. Tak jarang dokter meminta pendapatnya saat
mencoba mendiagnosis penyakit tertentu.
Yashinta tak habis pikir, bagaimana
seorang ketua tim bisa tampak begitu lemah hanya karena seorang wanita. Mayla merupakan
sumber kekuatan bagi Ray. Mayla yang mendadak mengundurkan diri. Ia takut mitos
mengenai air kencing kelelewar Marioriawa. Barang siapa yang terkena air
kencingnya, ia akan meninggal. Kepergian Mayla dari tim membuat Ray bagai
robot, dan itu semakin membuat Yahshinta heran, apakah cinta telah sedemikian
membutakan.
Hingga kemudian hari, Mayla
dapat ditemukan dalam keadaan amnesia. Ray mencurahkan waktu dan tenaganya untuk
memulihkan ingatan Mayla. Padahal, pada saat yang sama, tim sedang dihadapkan
pada tugas menyembuhkan penduduk di suatu daerah yang terkena penyakit. Tim
tetap berjalan baik tanpa Ray. Tentu saja Yashinta yang menjadi obor bagi
mereka.
Ketika tim sudah mulai
solid, datanglah kabar itu. Mayla dinyatakan sembuh dan hal yang membuat mereka
kaget, Mayla merengek ingin bergabung dnegan Tim. Farhan, Dian, dan Sarah jelas
menolak. Hal yang tak terduga, justru Yashinta mengambil keputusan bijak dengan
mencoba berempati dan memberi kesempatan untuk menebus kesalahan. Permohonan maaf
dan rasa bersalah saja tidak cukup jika orang yang bersangkutan selalu
mengulangi kesalahannya lagi dan lagi. “Bukan permintaan maaf yang seharusnya
kamu lakukan, tapi perubahan (hlm. 200).
Namun, yang terjadi kemudian
adalah drama. Mayla tetap seperti yang dulu. Gegabah dan penakut. Puncaknya ia
meminta Yahinta menggantikannya di dapur obat. Dan terjadilah insiden yang hampir
merenggut nyawa Yashinta.
Farhan, selalu hadir pada
saat ia membutuhkan. Ia juga menjadi orang yang paling percaya padanya. Farhan,
atas izin Tuhan berhasil menyelamatkan Yahinta melalui tindakan RIP. Farhan
juga yang paling tegas dalam menghadapi Ray, tak ragu ia menggampar Ray. Meskipun
demikian, siapa sangka di balik sikap temperemnya, sesungguhnya ia sosok yang
paling tulus dan berhati lembut. Untuk itu, Yasshinta mencatat itu dalam
hatinya. “Suatu hari nanti, aku ingin membalas semua. Bahkan tak akan kusisakan
untuk diriku sendiri, untuk semua yang telah kau lakukan, Farhan (hlm. 244).
Farhan mengakui, bahwa
Yashinta menempati tempat special dalam hatinya. “Kau membuatku menangis, Yas.
Padahal seumur-umur aku tak pernah mennagisi perempuan selain ibuku.” (halaman
184). Bagi Farhan, Yashinta adalah obat bagi semua, meski begitu ia tahu, Yashinta
pun orang normal yang adakalanya perlu ditolong. “Jika ada pasien yang harus
kutolong di tempat ini, dia adalah kamu (hlm. 160).
Sementara itu, Ray, merasa
bahwa “Mungkin Tuhan sengaja mengirimkan Yashinta untuk membuaatku sadar diri,
bahwa aku di sini seorang dokter (hlm. 75).
Sebuah novel inspiratif,
yang akan membawa pencerahan bagi pembaca, terutama bagi tenaga medis untuklebih
peduli pada kesehatan di desa-desa pelosok Indonesia yang belum tersentuh
kesehatan. Istilah-istilah kedokteran banyak bertaburan di novel ini, tetapi
hal tersebut tidak akan memberatkan pembaca karena diberi pengertian dan penjelasan
yang mudah dipahami pembaca bahkan pembaca dengan latar belakang bukan tenaga kesehatan.
Ditunggu banyak karya semacam ini untuk menjadikan kita lebih banyak berbagi
alih-alih selalu berada di zona nyaman.
Yeti Islamawati, S.S. alumni Universitas Negeri
Yogyakarta.
Posting Komentar untuk "Resensi Buku Mariorawa"