Mencintai dan Dicintai Fitrah Manusia
Nilai
Moral pada Novel Hijrah Asmara
Judul : Hijrah Asmara
Penulis : Madun Anwar & Sukma
El-Qatrunnada
Penerbit : Loka Media
Cetakan : Pertama, Januari 2019
Tebal : 213 halaman
ISBN : 978-602-5509-18-6
Cinta, asmara, merupakan hal yang fitrah dimiliki manusia. Cinta pada dasarnya membawa pada kebaikan. Jika tidak, maka dipertanyakan cintanya.
Menurut
Burhan Nurgiyantoro (2000: 321) dalam buku Teori Pengkajian Fiksi, “Sebuah
karya fiksi ditulis oleh pengarang antara lain untuk, menawarkan model kehidupan
yang diidealkan. Fiksi mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku
para tokoh sesuai dengan pandangannya terhadap moral. Hal senada rupanya yang disampaikan
oleh kedua pengarang buku Hijrah Asmara, Madun Anwar & Sukma
El-Qatrunnada.
Penulis
membuka cerita dengan mimpi yang dialami Ara. Tentang cintanya yang sebelah tangan.
”Dicintai dan mencintai sama-sama dibutuhkan. Namun, ada satu sisi yang paling
menguntungkan yaitu dicintai. Bagaimana pun, sisi itulah yang sempurna
menurutku. Tidak akan ada yang namanya patah hati jika demikian. Benar, kan? Ah
lupakan hal demikian. Sebenarnya, saling menghargai adalah hal utama dalam
cinta, (hlm 20).
Ketika
akhirnya Ara berpacaran dengan Fatih, ia menyampaikan aturan-aturan yang dibuat
orang tuanya. Sayang aturan yang dibuat oleh Papa dan Mama Ara berbeda, padahal
seharusnya orang tua harus seia sekata dalam memberikan aturan agar anak tidak
bingung. “Papa melarangku pacaran sebelum selesai kuliah. Tetapi mamaku setuju
aku pacaran, dengan syarat, kalau aku keluar malam, tidak boleh pulang lebih
dari jam sepuluh. Kemudian, kuliahku tidak boleh terganggu dengan pacaran,”
(hlm. 27).
Sementara
itu dari sahabatnya Denia, Ara tahu bahwa laki-laki itu tidak ingin
diatur-atur, apalagi dilarang-larang. Tentu saja hal tersebut membuat Ara
merasa galau dan tidak nyaman. Satu sisi, ia ingin mengikuti aturan orang
tuanya, sisi lainnya, ia ingin merasakan pacaran sebagai mana teman-temannya.
Ada
banyak kebiasaan baik di keluargan Ara. Saat di meja makan, saling mengingatkan ketika menjumpai ada anggota
keluarga yang masih sibuk sendiri. Misalnya
ketika Papa Ara membaca koran sampai tidak mengindahkan anggota keluarga
lainnya.
Ara
terlahir dari keluarga Bahagia. Ia juga mempunyai sahabat yang baik. Semua
orang menginginkan kebahagiaan. Jadi tidak heran jika untuk meraih kebahagiaan
itu, ada banyak cara yang dilakukan. Entah itu baik ataupun buruk, yang penting
kebahagiaan itu bisa diraih. Dan untungnya, aku mendapatkan kebahagiaan itu
dengan baik. Memiliki Papa dan Mama yang sayang padaku, membuat aku bahagia.
Sahabat yang baik, tentu menambah kebahagiaan pula,” (hlm 30).
“Sahabat
memang mampu memberikan rasa nyaman pada sahabatnya,” (hlm 41). Meskipun demikian,
sahabat bukan yang senantiasa membenarkan kita, tetapi yang jujur mengingatkan
untuk kebaikan kita. Itulah yang dilakukan Denia pada Ara saat menyampaikan perihal
bagaimana sejatinya Fatih.
Ara
begitu shock saat mengetahui Fatih selingkuh. Ditambah lagi, Papa dan
Mama Ara kecewa dengan nilai kuliah yang menurun. “Kecewa. Hal yang memang
terasa sakit. Bayangkan, jika kamu percaya pada seseorang dan harapanmu sangat
tinggi terhadapnya, tapi karena ketidakmampuan seseorang itu atau bisa saja
karena sebab lain, ia membuatmu kecewa. Apa yang kamu rasa? Sakit? Demikianlah
yang Papa rasakan saat ini,” (hlm 44).
Papa
Ara menjadi tidak ingin bertemu dan berbicara dengan Ara. Meskipun demikian,
tetap bijak dan menghargai apa yang dilakukan anaknya, termasuk perihal masak. “Papa
akan memakan masakanmu. Tetapi ingat, ini bukan sogokan atau semacam lainnya.
Murni karena Papa menghargai masakamu,” (hlm 48).
Untuk
mengatasi kesedihan Ara, rupanya Papa Ara telah menyiapkan suatu perjalanan
bagi anaknya. Sebuah perjalanan dapat menjadi salah satu terapi untuk menenangkan
pikiran. Ara diminta menjadi delegasi kantor papanya untuk menyumbangkan buku. Ia
membelanjakan buku kemudian mengirimkan ke Perpustakaan Canai. “Papa hanya
menginginkan aku lebih menghargai waktu dan melakukan hal yang lebih beranfaat,”
(hlm 147).
Apakah
Ara dapat mengatasi kegalauannya? Kejutan apa lagi yang akan ia temui di Perpustakaan
Canai? Pembaca akan menemukan setelah menyelesaikan buku ini.
Sebuah
novel yang cukup mencerahkan. Sedikit kekurangannya pada novel ini, pada beberapa
bagian narasi terkesan berat, mungkin lebih nyaman jika kalimatnya dibuat lebih
pendek-pendek sehingga pembaca tidak lelah.
Penulis
tidak ragu menegaskan nilai moral yang diusung dalam novel ini sehingga pembaca
lebih terang dan mudah menangkapnya, “Kalian tahu, Bapak tidak suka pacaran ala
anak zaman sekarang. Terlalu berlebihan. Tidak pernahkah mereka pikirkan,
berduaan, mengobrol, menggapit tangan, bahkan ada yang duduk berdekatan sampai
mengelus tangan, merupakan hal-hal yang di luar agama? Sejengkal saja mereka
berduaan, itu merupakan dosa. Kelak, hal-hal inilah yang menjerumuskan mereka ke
neraka. Dan bayangkan saja, mereka melakukannya di depan umum. Tanpa malu.
Tidak pernahkah mereka pikirkan akan berdampak buruk bagi anak-anak yang
melihatnya? Dengan secara tidak langsung, mereka sudah mengajarkan hal buruk terhadap
anak-anak tersebut,” (hlm 158).
Posting Komentar untuk "Mencintai dan Dicintai Fitrah Manusia"