Resensi Novel Pergi
Memaknai Pergi pada Novel Pergi
Judul Novel
Penulis
Co-author
Penerbit
Cetakan
Tebal Buku
Nomor ISBN
Peresensi |
: Pergi
: Tere Liye
: Sarippudin
: Republika
: III, Mei 2018
: iv + 455 hal. ; 13,5 x 20,5 cm
: 9 786025 734052
: Yeti Islamawati |
“Kehidupanmu ada di persimpangan berikutnya, Agam. Dulu kamu bertanya tentang definisi pulang, dan kamu berhasil menemukan, bahwa siapa pun pasti akan pulang ke hakikat kehidupan. Kamu akhirnya pulang menjenguk pusara bapak dan mamakmu, berdamai dengan masa lalu yang menyakitkan. Tapi lebih dari itu, ada pertanyaan penting berikutnya yang menunggu dijawab. Pergi. Sejatinya, ke mana kita akan pergi setelah tahu definisi pulang tersebut? Apa yang harus dilakukan? Berangkat ke mana? Bersama siapa? Apa ‘kendaraannya’? dan ke mana tujuannya? Apa sebenarnya tujuan hidup kita? Itulah persimpangan hidupmu sekarang, Bujang. Menemukan jawaban tersebut. ‘Kamu akan pergi ke mana?, Nak,” (halaman 86).
Sinopsis
Novel Pergi merupakan sekuel novel Pulang. Seperti halnya pada novel Pulang, novel Pergi ini juga menceritakan tokoh utama bernama Bujang alias si Babi Hutan a.k.a Agam. Cerita bermula saat Bujang didampingi rekan-rekannya berusaha mengambil kembali prototype yang dicuri oleh kelompok lain, El Pacho, di perbatasan Meksiko - Amerika Serika. Prototype tersebut merupakan salah satu riset teknologi yang didanai oleh Keluarga Tong. Teknologi itu penting sekali untuk mendeteksi serangan siber. El Pacho sendiri merupakan sindikat penyelundupan narkoba terbesar di Amerika Selatan. Tentu saja mereka membutuhkan untuk melindungi uang haram mereka.
Tak dinyana, Bujang justru bertemu sosok lelaki misterius berusia tiga puluh yang berakhir dengan duet keduanya untuk memperebutkan benda itu (prototype). Lelaki misterius itu bernyanyi! Ya, ia menyanyikan sebuah lagu yang diiringi petikan gitar khas Amerika Selatan dengan irama cepat, berdenting, meliuk, dan semangat.
Kali ini, Bujang yang hampir tak pernah terkalahkan harus takluk pada sosok misterius itu. Saat lelaki misterius itu hendak meninggalkan Bujang, ia justru mengucapkan kata-kata yang membawa Bujang ke masa lalu, “Adios Hermanito, Adik lelakiku” dan bahkan menyebut nama asli Bujang “Agam” yang hanya segelintir orang yang tahu.
Walaupun pada akhirnya prototype itu dibawa pergi oleh lelaki misterius, setidaknya Bujang merasa lega, prototype itu tidak jatuh ke tangan El Pacho.
Rasa penasaran akan siapa lelaki itu, membawa Bujang menjenguk masa lalunya bersama Salonga, teman dekatnya, seorang penembak jitu bayaran. Di rumah masa lalu Samad, ayahnya Bujang, dengan istri pertamanya, mereka mendapati surat-surat masa lalu yang telah lapuk. Atas bantuan seorang profesor yang ahli menangani arsip kuno, ia berhasil membaca surat itu. Ternyata surat itu dikirim oleh Diego kepada ayahnya, Samad. Dengan kata lain, Diego adalah saudara tiri Bujang.
Sementara itu, Bujang juga harus bersiap untuk menghadapi kelicikan Dragon, pemimpin shadow economy. Bujang mengambil tindakan bersekutu dengan Bratva di Moskow dan Keluarga Yamaguchi di Jepang.
“Tanpa diketahui oleh orang banyak, ada delapan keluarga penguasa shadow economy di Asia Pasifik. Mereka adalah: Keluarga Tong-itu berarti kami, Keluarga Lin di Makau, El Pacho di Meksiko, satu di Miami Florida, satu di Tokyo, satu di Beijing, satu di Moskow, dan satu lagi, kepala dari seluruh keluarga, Master Dragon di Hongkong. Pimpinan tunggal dari delapan keluarga,” (halaman 38).
Nasihat kehidupan dalam novel Pergi
Banyak nasihat bijak yang dapat dipetik oleh pembaca. Salah satunya mengenai shalat. “Aku tahu apa yang kamu pikirkan, Agam.” Tuanku Imam menatapku, tersenyum, “Tapi begitulah rumus kehidupan. Dalam perkara shalat ini, terlepas dari apakah seseorang itu pendusta, pembunuh, penjahat, dia tetap harus shalat, kewajiban itu tidak luntur. Maka, semoga entah di shalat yang ke-berapa, dia akhirnya benar-benar berubah. Shalat itu berhasil mengubahnya. Midah pasti pernah bilang itu kepadamu.” (halaman 86).
Pengorbanan dan kasih sayang seorang ibu terasa dalam novel ini. Memang benarlah sebagian orang yang mengatakan bahwa seorang anak lelaki, selamanya akan menjadi anak ibu. “…kamu pernah mengalami momen hidup yang sangat spesial. Midah! Mamakmu di Talang. Itulah momen spesial tersebut…. Aku tahu itu juga sekaligus menjadi masa kelammu, karena kamu membenci Samad. Tapi itulah masa terbaikmu. Saat Midah, wanita yang sangat sabar, memberikan contoh bagaimana hidup ini harus dijalani. Bagaimana dia harus melangkah pergi. Midah memutuskan menikah dengan Samad yang lumpuh, apa pun harganya. Dia menjadi istri yang baik, sekaligus menjadi Mamak yang baik bagimu. Sesulit apa pun hidupnya, dia tetap memeluk anaknya, Bujang, berbisik, besok akan selalu ada harapan yang lebih baik. Saat menangis, berlinang air matanya, sekali lagi dia memeluk anaknya, Bujang, berbisik, besok pasti ada janji masa depan yang lebih indah. Itulah momen terbaik dalam hidupmu, yang akan terus kamu kenang, Bujang,” (halaman 394 - 395).
Pelajaran tentang hakikat hidup juga digambarkan pengarangnya secara apik melalui tokoh Salonga yang mengisahkan cerita dua petani di halaman 391.
Ada dua orang petani didatangi seseorang berwawasan luas yang bertanya apakah hidup kalian bahagia? Petani pertama bilang dia bahagia. Setiap hari dia bisa bangun tidur dengan segar, menikmati sarapan, lantas pergi untuk merawat sawahnya. Persis matahari di atas kepala, dia istirahat, menikmati makan siang, sambil menyaksikan sawahnya yang subur. Sore hari dia pulang, menikmati makan malam, kemudian tidur lelap, penuh rasa syukur. Setiap hari begitu.
Petani kedua menjawab, dia tidak tahu, apakah dia bahagia atau tidak, tapi dia merasa bisa melakukan hal yang lebih hebat dibandingkan hanya jadi petani sederhana yang begitu-begitu saja. Dan dia tidak bisa menikmati hidup sebelum itu terwujud. Orang berwawasan luas ini kemudian memberi kesempatan pada petani kedua untuk memberi lahan baru, membeli alat-alat pertanian modern, menjual hasil ke kota, bahkan membangun pabrik pengolahan pertanian dan seterusnya. Maka petani kedua bekerja keras tiada henti. Di kepalanya selalu ada ambisi baru, lagi, lagi, dan lagi. Dia terus begitu sepanjang hari mengalahkan segala rintangan di depannya.
Empat puluh tahun berlalu dan kedua petani kini telah berusia tujuh puluh tahun. Mereka bertiga kembali bertemu.
Petani pertama, tetaplah petani yang dulu, hidup sederhana. Petani kedua sudah bukan seorang petani. Dia telah menjadi saudagar kaya raya, dia memiliki segalanya. Hebat sekali.
Sebuah pertanyaan kembali diajukan oleh orang yang berwawasan luas tadi. Apakah hidupmu bahagia? Petani pertama menjawab persis jawabannya dulu bahwa dia selalu bahagia walaupun rumah dan sawahnya itu-itu saja. Sementara itu, petani kedua menggelang, belum bahagia. Petani kedua masih punya banyak ambisi dan dia belum bisa melakukannya. Bukankah dengan kata lain petani kedua kehilangan empat puluh tahun yang sia-sia?
Bujang pun merenungi kisah tersebut. Sebetulnya, menjadi seorang Tauke besar bukanlah kemauan Bujang. “Menjadi Tauke Besar membuatku seperti mesin… Aku mungkin tidak mengenali diriku sendiri lagi,” (halaman 387).
Romansa cinta dalam porsi yang sesuai
Novel ini juga dibumbui romansa cinta antara ayahnya dan Catrina, Wanita Spanyol. Memang benar bahwa Samad, ayah Bujang, adalah seorang flamboyan dan badboy. Namun demikian, Bujang akhirnya tahu bahwa ayahnya bukan playboy. Ayahnya tipe lelaki yang setia, meskipun itu membuat kekasihnya terluka.
“Hidupnya rumit. Kisah cintanya juga rumit. Bukankah kamu sendiri yang bilang soal itu? Lagi pula pernikahan, urusan perasaan, cinta, kebencian, itu semua tidak sesederhana yang dilihat. Kadang kala tidak bisa dijelaskan, kadang kala dipenuhi kesalahpahaman, kadang kala dipenuhi kesedihan dan kemalangan,” (halaman 93).
Keunikan novel Pergi
Salah satu keunikan novel Pergi yaitu mengaitkan antara tokoh utama pada novel Pergi dan tokoh utama di novel karya penulis yang lain, bersinggungan tapi tanpa terkesan dipaksakan. Misalnya tokoh Bujang bertemu dengan tokoh Thomas yang merupakan tokoh utama pada novel Negeri Para Bedebah dan Negeri di Ujung Tanduk.
Pada bab “Kondangan Sakura”, kedua tokoh tersebut sama-sama diundang oleh Keluarga Yamaguchi di Jepang. “’Percakapan kalian seru sekali, Kawan.’ Seseorang yang berdiri di sebelahku ikut bicara. Eh. Aku menoleh. Seseorang, laki-laki, mungkin empat-lima tahun usianya di bawahku, dengan tinggi hampir sama, ikut bicara. Wajahnya cemerlang, tatapan matanya tajam. ‘Thomas.’ Seseorang itu menjulurkan tangan. ‘Tapi keluarga dan teman-teman dekatku memanggilku Tommy.’,” (halaman 213-214).
Pada kesempatan itu Bujang bersama Thomas berhasil menyelamatkan Hiro Yamaguchi dan istrinya dari bom yang diselundupkan ke dalam kue pernikahan Sakura.
Keunggulan novel Pergi
Pengarang novel ini, Tere Liye sangat piawai dalam mendeskripsikan latar/setting. Kekuatan latar yang dibangun tidak sekadar tempelan. Memerlukan riset tentu saja.
Keunggulan lain ditinjau dari sampul buku yang menggambarkan tata letak sebuah kota mewah, teratur, dan elegan. Cocok untuk menggambarkan sebuah kemapanan ekonomi para tokoh. Tentu saja, mengingat novel ini membahas tentang delapan penguasa shadow economy Asia Pasific. Adapun siulet sinar matahari senja menggambarkan hakikat sebuah perjalanan. Bahwa hari berganti hari, pertukaran siang dan malam menggambarkan perjalanan hidup manusia.
Buku ini juga dilengkapi dengan pembatas buku yang senada dengan gambar cover buku.
Bagi pembaca yang menyukai film aksi dan laga, akan terpuaskan dengan membaca novel ini. Adegan berlaga mempunyai porsi yang cukup banyak. Sebagai pembaca seolah-olah menyaksikan adegan film-film Hollywood yang menegangkan, penuh kejutan, dan sulit tertebak.
Kelemahan buku Pergi
Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan buku Pergi ini. Hal yang sedikit mengganggu yaitu salah sebut nama tokoh.
“"Berapa lama perjalanan menuju ka sana, Lubai?' Aku bertanya dalam bahasa Inggris, sekaligus menguji kemampuan bahasanya," (halaman 116). Pada buku tertulis Lubai, harusnya Rambang.
Selain itu, terdapat beberapa salah ketik. Antara lain sebagai berikut.
“Itulah hakikatnya hidup, melewatinya seperti sungai mengalir, saat waktu terus berjalan, hingga mau menjemput,” (halaman 393). Kata mau harusnya ditulis maut.
Ada lagi kesalahan tulis di halaman 109, “Apakah menurutmu Tauke besar adalah orang baiknya diantara keluarga shadow economy lainnya?” Penulisan di sebagai kata depan yang menerangkan tempat harusnya ditulis terpisah, di antara bukan diantara.
Bahkan, kesalahan ketik juga terdapat pada blurb (sampul buku bagian belajang)
“Sebuah kisah tentang menemukan tujuan, kemana hendak pergi, melalui kenangan demi kenangan masa lalu, pertarungan hidup-mati, untuk memutuskan ke mana langkah kaki akan dibawa pergi.” Penulisan kemana yang awal tertulis dirangkai, harusnya ditulis pisah, yaitu ke mana.
Penilaian buku
Buku Pergi layak dibaca oleh siapa saja, kecuali anak-anak karena memang ada hal-hal yang belum dipahami oleh usia anak. Ada baiknya sebelum membaca novel Pergi pembaca lebih dulu membaca novel Pulang. Membaca novel ini akan menemukan jawaban-jawaban yang boleh jadi menggaung di setiap diri kita. Kita diajak merenung, menelisik relung hati, untuk kemudian berjalan lebih bijak. Bukankah sejatinya setiap manusia melakukan “pulang” dan “pergi”?
Masya .Allah keren. jeng Yeti .joss pokoke .lanjuut
BalasHapusTerima kasih, Mbak Ika. Siap. salam literasi. Mari menularkan virus membaca dan menulis.
HapusMantap dek Yeti,jd pengen baca novelnya
HapusMari baca novelnya, Mbak. Sekuel Pulang dan Pergi. :)
HapusmasyaAllah, barakallah bu. semoga sukses selalu��
BalasHapusAamiin. Terima kasih. Jangan lupa baca bukunya, ya...
HapusTerimakasih ulasannya, jd tahu isi bukunya dan ingin membacanya sendiri.
BalasHapussemoga bermanfaat, Mbak Yulian. Selamat membaca novelnya.
HapusDengan membaca resensi tersebut saya jadi tahu gambaran isi buku, meski blm membaca bukunya. Trims Bu Yeti
Hapussama-sama Bu Rina. Terima kasih telah berkunjung ke blog sama. :)
HapusAaa sukakk :> jd pengen bcaa novelny sm bisa ngeresensi buku kyk bu yetii :>
BalasHapusSegera baca novel Pulang, Zil. Banyak hal yang bisa kita pelajari. Ayo Nazila segera menulis buku, nanti bukunya Bu Yeti resensi :)
HapusRencananya Bu Yeti mau menulis buku tentang resensi. doanya, ya, semoga kelar.
Kalo baca resensi mbak Yeti, ada dua perasaan. Satu, pengen baca bukunya. Dua, bava resensinya aja udah kayak baca keseluruhan bukunya. Hihihi
BalasHapusWah, senangnya bisa dapat komen gini dari Teh Yuni. Baca bukunya utuh, Teh, biar bisa kasih masukan buat resensiku ini. hehe. Jazakillah.
Hapus👌
BalasHapusKapan maen ke rumah lagi, kita diskusikan buku!
HapusEnak bacanya ...
BalasHapusSelamat berkarya semoga sukses
Terima kasih, Bu. Atas tanggapan dan doanya. Mari terus berkarya.
HapusSalut sama bu guru satu ini. Detail banget ulasannya. Saya baca yang "pulang" aja belum kelar-kelar. Hee..
BalasHapusSegera kelarkan, biar bisa kita diskusikan dengan seru.
HapusPergilah jangan Pulang sebelum Menang
BalasHapussebuah nasihat dan quote bijak. Sepakat.
HapusMantap Bunda. Lanjutken 👍
BalasHapusTerima kasih, Pak Wardie Pena. Mari terus berkarya.
Hapus455 hal.Tebal sekali.
BalasHapusBu Yeti memang peresensi TOP
masih ada buku Tere Liye yang lebih tebal dari ini, Bu. Penulisnya piawai meracik, membuat saya selalu ingin membaca karya-karya beliau.
HapusTerima kasih, Bu. Saya masih berproses dalam meresensi buku.
MasyaAllah... kerenn
BalasHapusTerima kasih. Baca bukunya, Bu. Keren sekali isinya.
HapusJadi pengen baca bukunya. Yg nulis resensi super topp.
BalasHapusMonggo segera baca bukunya.
HapusTerima kasih atas tanggapannya.
Hebaat...resensinya sudah menggambarkan isin ovelnya. Sangat mengena bagi kami yang baru mulai belajar "membaca". Salut untuk bu Yetti yang secara detail meresensi novel ini.
BalasHapusKita harus pergi tapi juga pulang setelah menang
Alhamdulilla, terima kasih. Saya masih terus belajar ini.
HapusSetidaknya melalui mmebaca novel ini mmebuat saya merenung akan bnayak hal. Leres, Pak. Pergi untuk "pulang".
Abis baca resensi dari bu yetti langsung pengen cuss ke gramed...pulang-pergi mantap
BalasHapusAlahmdulillah. Selamat menikmati novel Pulang dan Pergi. Selamat menyelami hikmah.
HapusResensinya detail sekali Mbak. Mantap pisan
BalasHapusTerima kasih, Mbak Ratna. Hehe, setiap detail ceritanya seru unutk dituliskan.
HapusSip, luar biasa. Jadi penasaran dengan isi detail novelnya.
BalasHapusterima kasih. Ayo hunting bukunya.
HapusMabruk.. Keren
BalasHapusAlhamdulillah, terima kasih. Masih berproses, menulis dengan lebih baik lagi.
Hapusbagus :3
BalasHapusTerima kasih, Zil.
HapusBu Yeti tunggu karyamu, ya. Btw, selamat cerpennya tayang di majalah Bakti.
Bagus mba resensinya...ada unsur provokasi dan motivasi utk baca novelnya secara lengkap...terus berkarya mba, ditunggu novel Karanganmu mba hhihi
BalasHapusTerima kasih, Dek. Segera baca biar nanti kita bisa diskusi.
HapusIya, nih, doanya segera tergerak menulis buku. Ide mulu di kepala, nih. :D
Emmm...secara umum bagus bu, lengkap unsur resensinya meskipun ada sedikit yang typo. IMHO akan lebih mantap lagi kalau Bu Yeti bisa membuat orang lebih penasaran untuk mengetahui kelanjutan ceritanya, Bu.😄
BalasHapusAda salah satu penulis yang menurut saya apik gaya menulis resensinya. Namanya Widya Ross, beliau pernah menang lomba resensi novelnya Tere Liye
Naaah, masukan seperti ini yang saya nanti. Terima kasih sekali, Mbak Eka.
HapusSaya masih belajar juga ini dalam menulis resensi. Baik, nanti saya cari tahu tulisan Widya Ross.
Btw, Mbak Kazuhana El Ratna yang komen di atas juga pemenang kedua Lomba Resensi Novel Matahari karya Tere Liye yang diselenggarakan oleh Gramedia.
Kereen banget, jadi pengen baca novelnya bu:>
BalasHapusmasih terus belajar ini. Monggo, dibaca bukunya. Banyak hikmah yang bisa kita petik.
HapusAku suka novel-novel Tere Liye meski kadang ceritanya berlebihan, sineyron, tapi makna kata-katanya menjadi lebih penting jika kita telaah
BalasHapusYa, Betul, Mbak. Terkadang ketika membaca, saya malah sambil mmebayangkan film.
HapusMantap Bun, lengkap... jadi tahu isi novel Pergi... lanjutkan...
BalasHapusterima kasih, Bu Shofi. Sekuel novel Pulang dan Pergi ini layak dibaca.
HapusDengan membaca resensi tersebut saya jadi tahu gambaran isi buku, meski blm membaca bukunya. Trims Bu Yeti
BalasHapussama-sama, Bu Rina. Semoga bermanfaat.
HapusMasya Allah keren bu, dng resensi dr Bu Yeti saya makin penasaran untuk baca sekuel novel dr Tere Liye ini. Semoga teman saya lekas menyudahi bacanya. Biar gantian maksud saya..ehehe
BalasHapushehe, semoga temannya itu lekas kelar membaca. Selamat berdebar-debar ketika membacanya nanti, ya.
HapusBarakallah Bu Yeti, untuk urusan resensi, Bu Yeti memang jagonya. Eza entah kapan coba meresensi buku
BalasHapusBu yeti...ga da kata selain subhanallah buat njenengan...resensinya komplit dan jelas bgt buuuk..jd pnsaran sm kisah lengkapnya..😍
BalasHapusSalam Literasi.
BalasHapusSukses selalu aunty...